Lihat ke Halaman Asli

Kontribusi Masyumi dalam Pemerintahan 1950-1959

Diperbarui: 31 Maret 2023   20:48

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pada periode kemerdekaan, yang ditandai dengan dihasilkannya Pengumuman Pemerintah tanggal 3 Oktober tahun 1945 mengenai pembentukan partai atau kelompok politik di negara Indonesia untuk menyambut perencanaan pemilu sehingga banyak partai politik yang mulai terlihat. Seperti contoh PNI atau Partai Nasional Indonesia, Partai Masyumi, Nadhatul Ulama atau NU, dan PKI atau Partai Komunis Indonesia, serta partai politik lainnya. 

Partai Masyumi mendominasi pada beberapa kabinet tersebut diantaranya Kabinet M. Natsir, Kabinet Sukiman, Kabinet Wilopo, Kabinet Burhanuddin Harahap dan Ali Sastroamidjojo II. Partai Masyumi tidak menduduki kursi pemerintahan di Kabinet Ali Sastroamidjojo I untuk pertama kali dan di Kabinet Juanda yang disebut Kabinet Karya karena anggota – anggota kabinet yang tidak berlandaskan partai politik. Meskipun kabinet tersebut tidak berumur panjang, masing-masing kabinet berhasil menjalankan program kerjanya dan menghasilkan keuntungan bagi bangsa Indonesia. 

Eksistensi Partai Masyumi dalam perpolitikan Indonesia membawa pengaruh yang besar. Partai Masyumi merupakan partai politik terbesar pada masanya dan memiliki kader-kader yang pintar dan cakap dalam bidangnya. Partai Masyumi selalu ikut serta dengan urusan kenegaraan yang penting dari awal kemerdekaan hingga Demokrasi Parlementer. Sebelum kemerdekaan, Partai Masyumi juga ikut melakukan perjuangan dan perlawanan menghadapi penjajah.

Setelah Indonesia merdeka pada tanggal 17 Agustus 1945, Partai Masyumi resmi didirikan dengan diadakannya Kongres Umat Islam pada tanggal 7 – 8 November 1945 di gedung Madrasah Mualimin Muhammadiyah Yogyakarta. Pada awalnya, Dr. Abu Hanifah mengusulkan nama partai politik yaitu “Partai Rakyat Muslimin” yang terinspirasi dari nama partai di Belanda yaitu Partai Rakyaat Katholik dengan nama Katholieke Volksparty (KVP), akan tetapi tidak disepakati. Harjono berpendapat bahwa nama Masyumi telah terkenal sehingga digunakan nama partai yaitu Partai Islam Masyumi.

A. Kabinet Mohammad Natsir

Dalam kabinet ini, M. Natsir selaku ketua fraksi Partai Masyumi mengusulkan mosi pembentukan NKRI karena saat itu Indonesia masih berbentuk negara serikat. Keberhasilan usulan Natsir tersebut telah meningkatkan simpati dan empati dari berbagai kalangan, termasuk Presiden Soekarno. Presiden Soekarno kemudian mengangkat Natsir ke dalam kabinetnya. Natsir berhasil membentuk kabinet tanpa PNI (Partai Nasional Indonesia) dan PKI (Partai Komunis Indonesia). Pemerintah Natsir diresmikan pada 6 September 1960. Kabinet Natsir merupakan kabinet pertama sesudah Indonesia kembali ke Negera Kesatuan Republik Indonesia. Oleh karena itu, pada masa awal demokrasi parlementer, peran Partai Masyumi dalam pemerintahan sangat besar. Pemerintahan Natsir tidak bertahan lama karena tekanan dari pihak oposisi.

B. Kabinet Sukiman

Selanjutnya presiden memilih Soekiman dari Partai Masyumi dan Joyosukarto dari Partai Nasional Indonesia sebagai formatur. Meskipun menghadapi segelintir kesusahan, akan tetapi pada akhirnya Soekiman dan Djojosukarto berhasil membuat kabinet aliansi antara Partai Masyumi dengan PNI dan beberapa partai kecil. Kabinet aliansi itu diketuai oleh Soekiman dan selanjutnya lebih diingat dengan nama Kabinet Soekiman. Kabinet Soekiman mempunyai rancangan tujuh pasal, dan di antaranya memiliki kesamaan dengan agenda dari kabinet Natsir, sekadar beberapa hal mendapati transformasi dalam rasio prerogatif. Akan tetapi, kabinet Soekiman mulai terpengaruh karena adanya perjanjian antara Menteri Luar Negeri Subandrio dan Duta Besar Amerika Serikat Merle Cohran mengenai pertolongan ekonomi dan tentara. Kabinet ini dilontarkan dakwaan menyalahgunakan prinsip politik luar negeri Indonesia yang bebas aktif, dan sesudah PNI dan Partai Masyumi mengambil kembali bantuannya sehingga kabinet Soekiman jatuh.

C. Kabinet Wilopo

Kekuasaan yang diketuai oleh Wilopo perwakilan Partai Nasional Indonesia dan Prawoto Mangkusasmito dari Partai Masyumi tak awet sebab terjadi selisih pandangan antar Partai Masyumi dengan PNI dalam menyelesaikan macam – macam persoalan, terutama cara memecahkan kasus Tanjung Morawa. Alhasil, Wilopo menyerahkan mandatnya di tanggal 2 Juni 1956.

D. Kabinet Ali Sastroamidjojo I

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline