Lihat ke Halaman Asli

Cerpen | Bukan Salahnya Hujan

Diperbarui: 15 Oktober 2018   08:28

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hujan adalah berkah  
Banyak orang mencintai hujan  
Tak sedikit orang selalu menantikan hujan
Tapi tidak dengannya
Dirinya paling takut dengan hujan

Shofie memandang hujan dari kaca kampusnya. Detak jantungnya tak karuan. Berkali-kali dirinya mengernyitkan mata. Mulutnya terlihat komat kamit membaca lantunan doa. Parasnya memucat. Ya, dirinya memang takut dengan hujan. Apalagi hujan sederas itu.

Dilihatnya dari kaca beberapa temannya malah asyik menikmati hujan, menggunakan payung berwarna warni menembus hujan. Pakaian mereka sedikit basah, tapi ah... Mereka malah bersenda gurau satu sama lain. Mereka malah tak terpengaruh sedikitpun, hujan atau tidak hujan sama saja. Mereka menjalani aktifitas seperti biasa.

Sebenarnya Shofie penyuka hujan. Apalagi saat dirinya masih berusia sekitar lima atau enam tahunan. Shofie dan teman-temannya sering keluar rumah jika hujan tiba. Bermain di bawah guyuran hujan. Bercengkrama dan tertawa bersama. Hujan selalu membuat hatinya berbunga-bunga.

Hingga akhirnya saat dirinya berusia delapan tahun, saat sekolahnya menginjak kelas dua SD.

Seperti biasa daerah dekat sekolahnya selalu banjir ketika hujan lebat. Banjirnya sih tidak tinggi, hanya sebatas mata kaki. Tapi hari naas itu banjirnya sebatas lutut orang dewasa. Padahal di hari itu, hari ulangtahunnya, ibu Shofie berjanji akan membelikan sebuah kue ultah.

Shofie tak sabar menunggu jam pulang sekolah. Hingga jam dinding di dalam kelasnya menunjukkan pukul dua siang. Sudah waktunya pulang, tapi hujan belum juga berhenti. Padahal ibunya dan dirinya akan memilih kue ulangtahun di toko yang tak jauh dari rumah.

Shofie dan teman-teman yang lain sudah mengemasi buku-buku dan seluruh isi tas. Seorang penjaga sekolah tetiba datang mengetuk pintu, bergegas menemui guru wali kelas yang sedang mengajar. Penjaga sekolah tersebut rupanya memberikan satu kabar yang membuat wajah guru wali kelas langsung berubah menjadi pucat. Guru itu tertunduk lemas.

"Anak-anak mohon perhatian semuanya"kata wali kelas setelah tiga kali dirinya menarik napas panjang. Entah kabar apa yang membuat dirinya begitu syok.

"Shofie.. " wali kelas itu menatap ke arah Shofie, pandangan trenyuh dan kasihan terpancar di wajahnya.

"Baru saja ibu mendengar berita bahwa ibunda Shofie meninggal dunia saat akan menjemput Shofie pulang sekolah."

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline