Setelah Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) atau Asean Economy Community (AEC) secara resmi diberlakukan pada 31 Desember 2015 lalu, Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah nampaknya semakin sigap agar industri manufaktur dapat menghasilkan produk-produk yang terus berkualitas dan dapat diterima oleh pasar.
Industri manufaktur merupakan industri yang mengolah bahan mentah menjadi bahan jadi. Industri manufaktur di Kalimantan Tengah merupakan salah satu sektor yang cukup penting. Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Kalimantan Tengah dalam jumpa pers pada 5 Februari 2016 menyebutkan bahwa sektor ini merupakan penyumbang terbanyak kedua perekonomian di Kalimantan Tengah selama 2014-2015.
Walaupun masih kalah jauh dengan sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan namun sumbangan PDRB dari sektor ini nilainya terus meningkat mulai dari 13,71 persen hingga ke 16,15 persen pada periode 2013-2015.
Optimisme pemerintah dalam hal menghadapi MEA tentunya bukan isapan jempol karena ternyata pertumbuhan produksi industri manufaktur besar dan sedang (IBS) di Kalimantan Tengah tahun 2015 tumbuh positif sebesar 3,53 persen sementara pertumbuhan produksi industri manufaktur mikro dan kecil (IMK) justru tumbuh tiga kalinya yakni sebesar 10,77 persen. (Berita Resmi Statistik, 1 Februari 2016).
Pertumbuhan IBS di Kalimantan Tengah tak luput karena didukung oleh meningkatnya jumlah perusahaan industri makanan dan perusahaan industri kayu, barang dari kayu dan gabus (tidak termasuk furniture) dan barang anyaman dari bambu, rotan dan sejenisnya yang pada tahun 2013 meningkat masing-masing sebesar 25 persen dibanding tahun sebelumnya.
Meski IMK hanya menyumbang 15 persen dari total nilai tambah industri manufaktur (sisanya diambil oleh IBS), namun sektor ini juga penting karena IMK merupakan salah satu kunci untuk memecahkan persoalan pengangguran dan kemiskinan. IMK mampu menyerap banyak tenaga kerja dengan usaha padat karya, berbeda dengan IBS yang sebagian besar proses produksinya memakai mesin sehingga hanya mampu menyerap sedikit pekerja.
Lalu, bagaimana dengan IMK Kalimantan Tengah?
Jumlah IMK di KalimantanTengah pada tahun 2014 tercatat sebesar 19.932 usaha naik 6,36 persen dibanding tahun sebelumnya. Sekitar 8 jenis industri yakni industri makanan; industri minuman; industri tekstil; industri pakaian jadi; industri kayu, barang dari kayu dan gabus (tidak termasuk furnitur) dan barang anyaman dari bambu, rotan dan sejenisnya; industri percetakan dan reproduksi media rekaman; industri farmasi, produk obat kimia dan obat tradisional; dan industri karet, barang dari karet dan plastik mengalami peningkatan produksi lebih dari 9 persen pada tahun 2015.
Sayangnya, IMK sebagai penopang perekonomian rakyat masih banyak terkendala pada masalah pemasaran. Data BPS pada tahun 2014 menyebutkan bahwa Kalimantan Tengah merupakan satu-satunya provinsi di Pulau Kalimantan dimana IMKnya tidak ada yang memasarkan produknya hingga ke luar negeri. Sekitar 96,46 persen IMK di Kalimantan Tengah hanya dapat memasarkan produknya di wilayahnya sendiri sementara 3,54 persen dapat memasarkan produknya ke provinsi lain.
Berkembangnya jumlah IMK jika tidak dibarengi dengan bantuan dari berbagai pihak khususnya terkait pemasaran tentu akan menjadi masalah yang rumit dikemudian hari.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H