Pendahuluan
UU 16 tahun 2019 tentang perubahan atas UU 1 tahun 1974 tentang perkawinan memiliki latar belakang sehubungan mahkamah konstitusi republik Indonesia telah mengeluarkan putusan mahkamah konstitusi nomor 22/puu-xv/20017 yang salah satu pertimbangan mahkamah konstitusi Dalam putusan tersebut yaitu " namun tatkala pembedaan perlakuan Antara pria dan wanita itu berdampak pada atau menghalangi pemunahan hak-hak dasar atau hak-hak konstitusional warga negara, baik yang termasuk kedalam kelompok hak-hak ekonomi, pendidikan, sosial, dan kebudayaan, yang seharusnya tidak boleh dibedakan semata-mata berdasarkan alasan jenis kelamin, maka pembedaan demikian jelas merupakan diskriminasi".
Hal ini tentang batas usia minimal perkawinan, Perkawinan sendiri adalahHidup bersama antara seorang pria dan seorang wanita yang memenuhi syarat--syarat tertentu disebut perkawinan. 1.)Perkawinan ialah ikatan lahir dan batin antara seorang pria dengan wanita sebagai suami isteri.
2.) Ikatan lahir batin dan ditujukan untuk membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia, kekal dan sejahtera.
Oleh sebab itu banyak hal yang perlu diperhatikan salah satunya yaitu memperhatikan batas usia pernikahan.
Pada pasal 7 ayat (1) undang-undang nomor 1 tahun 1974 menyatakan bahwa " usia pria yang boleh diizinkan atau melakukan perkawinan pria tersebut harus mencapai umur 19 (sembilan belas) tahun, dan pihak wanita sudah mencapai usia 16 (enam belas) tahun. Adapun perubahan dalam undang-undang nomor 16 tahun 2019 tentang perubahan atas undang-undang nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan pada pasal 7 ayat (1) menyatakan bahwa"perkawinan hanya dapet diizinkan atau diperbolehkan oleh priaa dan wanita dengan batas usia minimal sudah mencapai 19 (sembilan belas) tahun
Namun kenyataannya banyak sekali perkawinan yang tidak sesuai dengan UU tersebut karena adanya perjodohan, adanya budaya atau agama yang mengartikan jika anak sudah sama-sama suka maka wajib dinikahkan agar tidak menjadi perbincangan tetangga sekitar, serta tidak menimbulkan fitnah dimana-mana kemudian bisa faktor pengetahuan orang tua atau faktor ekonomi.
Padahal perkawinan dibawah umur pastinya berdampak tidak baik didalam rumah tangganya, karena umur 19 tahun itu masih belum bisa di katakan mempunyai pemikiran yang dewasa, juga diumur 19 tahun pada zaman sekarang ini kebanyakan anak-anak masih menikmati masa mudanya.
Belajar bermain dan lain sebagainya,Jika sudah lulus sekolah belum mempunyai, kreativitas, atau keterampilan, bisnis dll yang mendukung terjaminnya ekonomi, kesehatan rumah tangga tersebut dapat menyebabkan adanya kemiskinan dan bisa membahayakan kesejahteraan, kenyamanan keluarga tersebut.
Munculnya UU no.16 tahun 2019 perubahan atas UU No.1 tahun 1974 tentang perkawinan sebenarnya kurang efektif harus ada syarat-syarat tertentu untuk menjamin pernikahan tersebut hanya dilakukan 1 kali dalam masa hidupnya, dalam UU dikatakan bahwa "dalam ketentuan pasal 28B undang-undang dasar negara republik Indonesia tahun 1945.dicantumkan bahwa setiap orang berhak membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan melalui pernikahan yang sah serta negara menjamin hak anak atas kelangsungan hidup tumbuh, dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan deskriminasi".
Menurut saya solusi yang bisa dipraktekkan dalam masyarakat yaitu perlu penguatan rumah tangga dengan pembinaan keagamaan dari segi seluruh pihak terkait terprogramnya dan berkesinambungan, agar setiap keluarga mampu mendidik anak dengan nilai moralitas agar terhindar dari perilaku negatif, terutama pada fase peralihan anak menjadi remaja sebagai fase yang mana paling rentan