Lihat ke Halaman Asli

Pluralisme sebagai Aset Bangsa

Diperbarui: 26 Januari 2018   12:18

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

pictame.com

Pada dasarnya Globalisasi mengubah semua yang ada pada dunia kita, hal itu menyangkut terhadap pemikiran, politik, ekonomi, budaya, agama, etnis, termasuk dimensi keamanan dan strategi. 

Oleh karena itu, tidak bisa kita pungkiri kenyaatan bahwa perjumpaan berbagai perbedaan adalah suatu hal yang sangat pasti. Dan tentunya hal ini menjadi sebuah tantangan yang nyata bagi manusia untuk menghadapi berbagai keberagaman nilai, budaya dan agama. 

Artikel ini memiliki tujuan agar bangsa Indonesia dari kalangan beragama memiliki paham yang normatif dalam menerapkan ajaran Agama yang mereka anut.

Pluralisme sendiri juga dapat berarti kesediaan untuk menerima keberagaman (pluralitas), artinya, untuk hidup secara toleran pada tatanan masyarakat yang berbeda suku, golongan, agama, adat, hingga pandangan hidup.

Cara pandang terhadap pluralisme merupakan suatu yang berperan sangat penting dalam kehidupan bermasyarakat. Tak jarang cara pandang pluralisme menjadi sorotan yang utama dan menimbulkan sikap-sikap tertentu, misalnya keterbukaan, ketertutupan, kebencian dan lain-lain. Diantara banyaknya keberagaman yang kita miliki, agama adalah salah satu aspek yang dinilai dan dilihat sebagai sesuatu yang paling sering dibicarakan. 

Hal ini disebabkan oleh nilai-nilai mutlak yang terkandung didalam ajaran agama tersebut dan juga karena agama sangat mempengaruhi cara berelasi orang-orang beragama. 

Berkenaan dengan munculnya berbagai paham mengenai pluralisme sendiri menjadi sorotan banyak orang yang menimbulkan pro dan kontra dikalangan cendikiawan, pemikir dan tokoh agama. 

Secara khusus dalam hal agama, berbagai masyarakat yang menganut agama/ kepercayaan berbeda-beda,  dengan gambaran seperti itu, dapat dikatakan bahwa pluralisme agama bukanlah kenyataan yang mengharuskan orang untuk saling menjatuhkan, saling merendahkan, atau mencampuradukkan antara agama yang satu dengan yang lain, tetapi justru mempertahankannya pada posisi saling menghormati dan bekerjasama.

Sejatinya pluralisme bukanlah paham yang secara tiba-tiba muncul dari ruang hampa, akan tetapi disitu terdapat penghubung yang kokoh antara diskursus sekularisme, liberalisme yang kemudian lahirlah pluralisme. 

Sekularisme muncul sebagai dampak dari perselingkuhan antara agama dan Negara yang melumpuhkan kondisi keadilan sehingga kemudian lahirlah ketidak percayaan publik yang kemudian berujung adanya sekularisme. 

Liberalisme lahir dari keterkungkungan oleh satu doktrin yang kurang fair sehingga ada kelompok tertentu tertindas, seperti halnya contoh mencuatnya teologi eklusifisme di tubuh agama-agama di atas. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline