Lihat ke Halaman Asli

Eka Mastika

Guru Matematika SMP

Kelas Maya Berbayar, Kesalahan Pembelajaran di Kelas Nyata?

Diperbarui: 5 Februari 2019   20:28

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

(istockphoto)

Pertanyaan itu sering mengganggu saya sebagai guru. Apakah kita sudah melupakan esensi sebenarnya sebagai seorang pendidik?

Belajar adalah suatu proses yang tidak pernah berhenti, bagaikan petualangan hidup ketika kita menikmatinya. Belajar tidak hanya sebatas membaca buku sebanyak-banyaknya tetapi bagaimana kita bisa mencari makna yang terkandung dalam bacaan tersebut. Belajar bisa lebih dalam dari itu semua.

Dewasa ini belajar tidak lagi dibatasi oleh sekat-sekat bernama kelas dan sekolah. Belajar bisa dimana saja, terlebih lagi dengan perkembangan teknologi yang sedemikian pesatnya.

Para pembelajar tidaklah sulit mencari referensi-referensi yang berkaitan dengan topik belajarnya (asalkan ada kemauan). Peluang ini juga sudah dibaca oleh beberapa perusahaan yang bergerak dibidang teknologi informasi untuk membuat kelas-kelas maya sehingga membuat belajar tidak terbatas oleh ruang dan waktu.

Perusahaan-perusahaan yang bergerak dalam bidang jasa ini tampaknya menjadi bisnis yang cukup menggiurkan terbukti dengan semakin tumbuhnya pengguna layanan ini yang notabene berasal dari siswa sekolah.

Kelas maya yang diikuti oleh para siswa memiliki konten-konten yang menarik sehingga lebih memudahkan para siswa untuk memahami topik yang dipelajarinya.

Video pembelajaran yang merupakan sarana utama dari kelas maya ini tentunya sangat mendukung kecepatan siswa meningkatkan pemahaman konsepnya karena mereka bisa mengulang bagian-bagian yang tidak dipahaminya tanpa ada batasan-batasan tertentu.

Semakin kaya konten yang disediakan semakin mahal pula biaya yang harus dikeluarkannya. Pada akhirnya siswa akan menjadi ketergantungan terhadap model belajar seperti ini.

Kondisi di atas tidak lepas dari fenomena yang terjadi pada pembelajaran di kelas-kelas nyata. Ini artinya sebagian besar kelas-kelas nyata sangatlah "kering" akan inovasi pembelajaran. Siswa di dalam kelas lebih banyak mendapatkan doktrin tanpa proses eksplorasi dari pengetahuan itu. Tidaklah salah apabila siswa-siswa kita cenderung menjadi jenuh dengan apa yang mereka dapatkan di dalam kelas nyatanya.

Pemerintah sudah berupaya dengan terus menyempurnakan kurikulum untuk meningkatkan kualitas pembelajaran di kelas. Saya berpikir ada hal yang terlupakan dari langkah-langkah yang dilakukan yaitu berkaitan dengan kualitas para pendidik kita.

Sehebat apapun kurikulum yang diterapkan, ia hanya akan menjadi sebuah dokumen yang statis tanpa dibarengi oleh kompetensi yang dimiliki oleh para pendidik. Kompetensi ini menjadi kata kunci dari "keringnya" inovasi pembelajaran di dalam kelas.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline