Lihat ke Halaman Asli

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Tindakan Kekerasan Fisik

Diperbarui: 24 Juni 2015   12:18

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

1370765736244582471

Pidana atau tindak kriminal merupakan segala sesuatu yang melanggar hukum atau sebuah tindak kejahatan. Biasanya yang dianggap kriminal adalah seorang pencuri, pembunuh, perampok, atau teroris. Kejahatan  sering  diartikan  sebagai  perilaku yang melanggar  aturan  hukum sehingga akan berakibat  seseorang  dapat dijerat hukuman. Kejahatan dapat terjadi  baik  secara  langsung  maupun  tidak  langsung,  atau  bentuk kelalaian  yang  dapat  berakibat  pada  hukuman.  Dalam  perspektif  hukum , perilaku  kejahatan  terkesan  aktif,  Manusia  berbuat  kejahatan.  Namun sebenarnya  tidak  berperilaku  pun  bisa  menjadi  suatu  bentuk  kejahatan. contohnya: ketika kita mengetahui beberapa tindakan kriminal namun tidak melapor pada pihak yang berwenang dan membiarkan kriminalitas itu terjadi maka kita dapat dikatakan pula melakukan kejahatan.

Secara umum, kejahatan dibagi menjadi beberapa macam yaitu : kejahatan personal, interpersonal dan  kejahatan  sosial  masyarakat .Secara pidana, ada beberapa contoh perilaku  kejahatan: Pembunuhan,  pemerkosaan, pencurian, tindak  kekerasan, perampokan, penganiayaan,  penyalahgunaan  zat  dan obat, dan banyak lagi yang lain.

Selain itu juga, perilaku yang disebut sebagai kejahatan jika dipandang dalam perspektif moral yaitu ada 2 : adanya unsur actus reus atau unsur esensial dari kejahatan (physical element) dan mens rea (mental element) yakni keadaan sikap batin atau adanya niat melakukan perilaku kejahatan. (Zainal Abidin Farid, 1995:35).

Contohnya: pencurian  disebut  kejahatan  ketika  pelaku  telah  memiliki  niat  melakuakan pencurian terhadap seseorang yang memiliki harta berlebih,  yang kemudian menyusun pelaksanaan  pencurian  tanpa  paksaan  dari  orang  lain. Jika  pelaku  ternyata  memiliki gangguan  mental  yang  menyebabkan  niatnya  terjadi diluar  kesadaran, contoh: perilaku kejahatan terjadi pada saat tidur atau tidak sadar, maka faktor mens rea-nya  dianggap tidak  sepenuhnya dinyatakan  sebagai kejahatan, karena  orang  dengan  gangguan  mental  tidak  bisa  dimintai pertanggungjawaban atas perilakunya (Davies, Hollind, & Bull, 2008).

Sigmund  Freud  dalam  perspektif  Psikoanalisa memiliki pandangan  sendiri tentang apa  yang menjadikan seorang  kriminal. Ketidakseimbangan  hubungan antara  Id,  Ego  dan  Superego  membuat  manusia  lemah  dan  akibatnya  lebih mungkin  melakukan  perilaku  menyimpang  atau  kejahatan. Selain  itu,  Freud  juga  menjelaskan  kejahatan  dari  prinsip  “kesenangan". Manusia  memiliki  dasar  biologis  yang  sifatnya  mendesak  dan  bekerja  untuk meraih kepuasan (prinsip kesenangan). Di dalamnya termasuk keinginan untuk makanan, seks,  dan kelangsungan  hidup yang berhubungan dengan pekerjaan yang  dikelola  oleh Id.

Dari perspektif Belajar Sosial, Albert Bandura menjelaskan bahwa perilaku kejahatan adalah hasil proses belajar psikologis, yang mekanismenya diperoleh melalui  pemaparan  pada  perilaku  kejahatan  yang  dilakukan  oleh  orang  di sekitarnya,  lalu  terjadi  pengulangan paparan  yang  disertai  dengan  penguatan  sehingga  semakin mendukung  orang  untuk meniru perilaku kejahatan  yang  mereka  lihat. Dalam  perspektif  ini,  Bandura  percaya  bahwa  manusia  memiliki  kapasitas berpikir  aktif  yang  mampu  memutuskan  apakah  akan  meniru  atau  tidak mengadopsi perilaku yang mereka amati dari lingkungan sosial mereka.

Teori  Sosial  menjelaskan  bahwa perilaku kejahatan adalah  hasil  kerusakan sistem  dan  struktur  sosial.  Seorang  penjahat  dari  keluarga  yang  bercerai, mengalami masa kecil  yang sulit, hidup di  lingkungan  sosial  yang miskin dan banyak  terjadi  pelanggaran  hukum,  tidak  memiliki  pendidikan  yang  baik, memiliki gangguan fisik dan mental dan berbagai kesulitan psikososial lainnya.

Pendekatan  Bioekologis  oleh  Urie Brof enbenner,  terdapat  interaksi  faktor  personal  (si  individu  itu  sendiri, termasuk di dalamnya aspek kepribadian, trauma, aspek biologis) dengan faktor sistem sosial di sekelilingnya. Artinya perilaku kejahatan akan muncul sebagai interaksi  antara  faktor  personal  dan  faktor  lingkungan  yang  harus  dapat diidentifikasi.  Contohnya:  seseorang  yang mengalami pola pengasuhan traumatis dan saat ini hidup di lingkungan yang tidak peduli hukum dapat membuatnya lebih mudah melakukan kejahatan.

Kekerasan merupakan tindakan agresi dan pelanggaran (penyiksaan, pemukulan, pemerkosaan, dan lain-lain) yang menyebabkan atau dimaksudkan untuk menyebabkan penderitaan atau menyakiti orang lain, dan hingga batas tertentu tindakan menyakiti binatang dapat dianggap sebagai kekerasan, tergantung pada situasi dan nilai-nilai sosial yang terkait dengan kekejaman terhadap binatang.Menurut WHO  (dalam  Bagong.  S, dkk,  2000),  kekerasan adalah penggunaan  kekuatan fisik  dan  kekuasaan,  ancaman  atau  tindakan  terhadap diri  sendiri,  perorangan atau sekelompok orang atau masyarakat yang mengakibatkan atau kemungkinan besar  mengakibatkan  memar/trauma,  kematian,  kerugian  psikologis,  kelainan perkembangan atau perampasan hak.

Kekerasan  seksual  merupakan   bentuk kontak  seksual atau bentuk lain  yang tidak diinginkan  secara  seksual. Kekerasan seksual   biasanya disertai  dengan  tekanan  psikologis  atau  fisik  (O Barnett  et  al.,  dalam  Matlin, 2008). Perkosaan merupakan jenis kekerasan seksual yang spesifik. Perkosaan dapat  didefiniskan  sebagai  penetrasi  seksual  tanpa  izin  atau  dengan  paksaan, disertai oleh kekerasan fisik (Tobach,dkk dalam Matlin, 2008)

Akhir-akhir ini Di  Indonesia sering terjadi kekerasan fisik baik yang bertujuan untuk mendapatkan apa yang pelaku inginkan atau hanya bermotif pada balas dendam semata. Dari beberapa uraian mengenai jenis-jenis kekerasan yang melibatkan fisik yang akan mengakibatkan seseorang terjerat hukuman. Dalam Essay  ini ingin mengetahui faktor apa saja yang mendorong sesorang untuk melakukan tindakan kekerasan fisik. Sehingga beberapa jenis kejahatan akan dikelompokkan ke dalam kekerasan fisik dan yang tidak termasuk kekerasan fisik.

Dari permasalahan diatas di duga bahwa Umur narapidana ,Lingkungan    tempat  tinggal, Status pekerjaan ,Status pendidikan dan Jenis Kelamin akan mempengaruhi seseorang untuk melakukan kekerasan fisik. Dengan melihat Sampel sebanyak 157 narapidana dari populasi narapidana yang dijatuhi hukuman di Kementrian Hukum dan Ham  DIY maka Sebagai variabel dependen(respon)  dari  penelitian  ini  adalah  kasus  yang  di lakukan narapidana yang disusun menjadi dua kriteria, yaitu  kasus kekerasan  fisik  dan  kasus  lainnya.

Dengan menggunakan alat bantu statistik yaitu dengan analisis regresi memang benar bahwa variabel-variabel tersebut  sangat mempengaruhi seseorang untuk melakukan tidak kriminal terutama tentang kekerasan fisik.

Berikut ini adalah salah satu contoh untuk melihat derajat hubungan antara tindakan kekerasan fisik dengan umur narapidana dapat dilihat dari scatter plot dibawah ini . Dari plot di bawah, terlihat jelas bahwa terdapat hubungan linear antara prediktor kontinu (umur narapidana) dengan variabel tindakan kekerasan

Dengan menggunakan regresi logistik ganda dari semua variabel (umur, tempat tinggal, pendidikan dan pekerjaan ) yang diperkirakan sangat berpengaruh terhadap terjadinya kekerasan fisik pada narapidana adalah pendidikan .Variabel yang paling menentukan terjadinya kasus kekerasan fisik adalah tingkat pendidikan dan tingkat pekerjaan. Semakin rendah tingkat pendidikan narapidana dan tingkat pendidikan narapidana maka probabilitas seseorang melakukan tindak kejahatan dengan kasus kekerasan fisik semakin besar.

Dalam  upaya  mengurangi  kasus  kasus  pidana  di  Kota  Yogyakarta  terutama kekerasan  fisik,  perlu  bagi  pihak  pemerintah  kota  Yogyakarta  untuk  mengambil tindakan-tindakan  atau  kebijakan-kebijakan,  misalnya  melalui  pengawasan  kualitas lingkungan  seperti  mengadakan  kegiatan  positif  yang  berguna  untuk  masyarakat  dan menambah  keamanan  di  area-area  yang  diperkirakan  berbahaya,  meningkatkan  mutu pelayanan  terhadap  masyarakat serta  mengadakan  semacam  penyuluhan  kepada masyarakat  ataupun  dengan  cara-cara  yang  lain,  agar  dapat  mengantisipasi  terjadinya kasus pidana , sekaligus agar dapat menekan angka kejahatan di Indonesia. Penelitian  ini  masih  jauh  dari  kesempurnaan,  oleh  sebab  itu  perlu  diadakan penelitian lebih  lanjut dengan melibatkan  lebih banyak  lagi variabel-variabel (faktor-faktor ) yang terkait terhadap terjadinya kasus pidana .

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline