Lihat ke Halaman Asli

Arsyad Iriansyah

Pengalaman adalah guru, setiap orang adalah murid dan guru.

Berpuasa di Keluarga Kristiani

Diperbarui: 10 Juni 2017   21:33

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dokumentasi Pribadi

"Kak, su mulai buka ko? Lama sampe!" ucap mama sambil kesal dan khawatir akan kesehatan anaknya yang berpuasa di tengah panas yang meradang.

Perkenalkan, mamaku bernama mama lina sedangkan bapak bernama Whelhemus Keti. Mereka adalah kristen taat, tak pernah sekalipun saya melihat mereka absen untuk ke gereja dan selalu terlibat aktif di acara gereja seperti ibadah rumah tangga. Bapak, sosoknya sangat pendiam beda dengan ibu yang ceriwis. Saat ini bapak sedang sakit, entah apa sakitnya, tiba-tiba meriang dan sampai suatu hari pendengarannya berkurang. Mama, wanita tangguh yang tak pernah lelah mengurusi urusan domestik sampai lengan-lengannya begitu kekar karena memikul air dari penampungan sumber air dusun kami.

Ini adalah puasa pertama saya sekaligus hal baru buat mama dan bapak tentang konsep puasa. Semuanya pertama. Pertama bagi saya untuk menjalankan puasa di rumah dan pertama buat mama dan bapak karena kini anaknya beragama Islam.

Jelang puasa, mama selalu bertanya apa yang harus dipersiapkan agar saya kuat berpuasa, apalagi mama khawatir dengan matahari di Pulau Rote yang begitu terik, lalu muncul akal-akalan mama, "Sudah kaka pi minum air di belakang sa," gemas dan lucu bukan?

"Mama, nanti kaka ada namanya sahur. Sahur itu kotong makan jam 3 trus berhenti makan dan minum sampai jam 4," begitu penjelasan saya kepada mama tentang sahur dan berbuka. Mama pun mengangguk-angguk paham dengan penjelasan yang saya utarakan sampai pada kesimpulan mama bahwa "Oh, jadi puasa sonde hanya tahan makan dan minum sa e kakak tapi ju tahan baomong orang deng son berbuat jahat," senyum lebar dari saya ketika mama akhirnya tahu tentang puasa.

Sahur hari pertama. "Kakak, pi bangun mama su ada buat makan di meja," teriak mama dari dapur.

Saya yang baru tenggelam dari mimpi berusaha mengenali instruksi mama tadi, khawatir itu hanya mimpi belaka. Setelah yakin bahwa sumber suara itu benar dari mama, saya pun bergegas bangun sambil meraba-raba senter yang ada di meja. Iya, rumah kami alias dusun kami tidak ada listrik sehingga senter dan sehen -sebutan untuk lampu dari panas matahari, pada umumnya kita sebut solar cell-.

"Awii mama ni....."

Ternyata mama punya inisiatif tinggi dan tingkat kekhawatiran akut. Saya dibangunkan sahur pada pukul 2 pagi dengan alasan takut terlewat sahur jadinya lebih cepat lebih baik dari pada terlambat atau tidak sama sekali kata mama saat itu.

Oh ya, bapak juga suporter terbaik selama puasa. Kalo saya sedang mengerjakan tugas di ruang tamu, bapak akan langsung menyodorkan bantal tanpa berkata-kata hanya dengan senyuman kecil, terharu. Ada lagi cerita lainnya, saat saya dari kota, bapak yang sedang makan di ruang tamu buru-buru ke dapur, katanya dia berdosa kalo makan di depan saya.

Sayur marungga, si sayur penangkal setan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline