Lihat ke Halaman Asli

Eka Imbia

Suka dunia literasi dan lingkungan

Indonesia Darurat Membaca

Diperbarui: 25 Oktober 2019   07:46

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi mencari bahan bacaan. (Kompas)

Membaca ialah aktivitas positif yang memberikan manfaat sangat besar. Membaca dapat memperluas cakrawala ilmu, membentuk sikap dan keterampilan seseorang. 

Tidak salah jika ada yang mengatakan bahwa kualitas seseorang tergantung pada buku yang dibacanya. Seseorang yang gemar membaca akan berpengetahuan luas, lebih kritis, dan mampu menanggapi keadaan di sekitarnya dengan bijak.

Ironisnya, pada saat ini generasi muda banyak yang tidak suka membaca. Berdasarkan data Kantor Perpustakaan Nasional Republik Indonesia, 90% penduduk usia di atas 10 tahun tidak suka membaca buku. Penduduk negara maju membaca 20 hingga 30 judul buku per tahun, namun penduduk Indonesia hanya membaca sekitar 3 judul buku per tahun. 

Bahkan, menurut data statistik dari UNESCO, dari total 61 negara, Indonesia berada di peringkat 60 dengan tingkat literasi rendah. Peringkat 59 diisi oleh Thailand dan peringkat terakhir diisi oleh Botswana. 

Finlandia menduduki peringkat pertama dengan tingkat literasi yang tinggi, hampir mencapai 100%. Data ini jelas menunjukkan bahwa minat membaca buku dan literasi penduduk Indonesia masih sangat rendah jika dibandingkan negara lain. 

Hal ini dikarenakan membaca masih belum menjadi gaya hidup penduduk Indonesia. Membaca masih menjadi beban, bukanlah sebuah kebutuhan. 

Hal ini dikarenakan oleh berbagai faktor, seperti sulitnya akses buku berkualitas, sistem pendidikan yang kurang mendukung, perkembangan media sosial, dan minimnya dorongan dari keluarga untuk membaca.

Pertama, sulitnya akses buku berkualitas dialami oleh penduduk yang hidup di daerah terpencil. Perpustakaan yang kurang lengkap dan toko buku yang hanya menjual beberapa jenis buku tentu saja kurang mendukung masyarakat di daerah kecil untuk gemar membaca. Hal inilah yang dialami oleh penulis yang berasal dari Kabupaten Trenggalek, salah satu kabupaten kecil di Jawa Timur.

Kedua, adanya sistem pendidikan yang terkesan belajar hanya untuk mencapai nilai yang tinggi pada saat ujian, menyebabkan minat membaca dan memahami buku menjadi rendah. 

Parahnya, membaca hanya dilakukan pada saat hendak ujian akhir, hanya untuk sekadar memenuhi kewajiban belajar, bukan karena kebutuhan. Hal ini berkaitan erat dengan banyaknya orang yang hanya suka membeli buku, namun malas membaca. Membeli buku hanyalah sebuah keinginan untuk mengoleksi buku di rak, namun minim dalam hal membaca.

Ketiga, perkembangan teknologi, termasuk televisi dan beragamnya media sosial sangat menyita perhatian sebagian besar orang. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline