Lihat ke Halaman Asli

Eka Herlina

Penulis lepas

Doom Spending, Kecenderungan Belanja yang Mengacaukan Kondisi Keuangan

Diperbarui: 7 Oktober 2024   16:28

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi foto : Impulsif belanja (sumber foto : freepik)

Kaluna bisa punya tabungan 330 juta ... yah karena dia nggak gampang check out keranjang online 

Ada yang menarik dari cuitan netizen X yang membahas soal Kaluna, karakter dalam film Home Sweet Loan yang memiliki tabungan hingga 330 juta dengan gaji 6 juta perbulan untuk ukuran hidup di Jakarta. Ragam pembahasan soal Kaluna di dunia maya tersebut salah satunya adalah bagaimana gaya hidup Kaluna yang tidak pernah nongkrong,  tidak mengenal gaya hidup self reward ... yang bagi warga X adalah suatu kewajaran bisa memiliki tabungan sebesar itu.

Tidak. Saya tidak sedang membahas soal gaya hidup Kaluna, tapi lebih kepada fenomena doom spending yang belakangan ini lagi tren di kalangan milenial dan generasi Z. Dan, prilaku doom spending tak lepas dengan istilah self reward sebagai alasan untuk berbelanja atau melakukan pengeluaran dalam hal ini uang. 

Doom spending dinilai sebagai pemicu dari kekacauan keuangan yang terjadi di sebagian generasi milenial dan Z yang membuat mereka sulit memiliki kondisi kebebasan finansial. Jangankan punya tabungan 330 juta, memiliki rumah terasa sesuatu mustahil bagi mereka.

Lalu Apa Sih Doom Spending Itu ? 

Ilustrasi gambar : Doom spending perilaku belanja secara impulsif (sumber foto: Freepik)

Doom spending merupakan istilah yang digunakan untuk mengambarkan perilaku pengeluaran yang impulsif sebagai respon terhadap rasa stress, cemas dan putus asa.

Mengutip artikel berjudul What is doom spending and how can you avoid it dalam laman money.usnews , menyatakan doom spending mengacu pada fenomena yang terjadi ketika orang membelanjakan uang untuk mengatasi stres, meskipun ada kekhawatiran terhadap perekonomian.

Tak bisa dipungkiri akhir - akhir ini meskipun dilanda ketakutan dan kecemasan akan kondisi perekonomian saat ini, mayoritas generasi milenial dan Z cenderung rentan mengadopsi doom spending sebagai pelarian untuk mendapatkan kepuasan instan.

Tekanan media sosial, FOMO (Fear of missing out), kemudian paylater dan belanja online merupakan sebagian faktor mempengaruhi terjebak pada gaya hidup doom spending. Sementara itu, harus dihadapkan dengan kondisi inflasi dan tekanan ketidakpastian ekonomi yang membuat cemas dan stress sehingga membutuhkan 'pelarian' untuk menghibur diri.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline