“ ….Namun, pada saat-saat penting, label “wanita” bisa menyelinap keluar, menghalangi pandangan, mencengkram, dan menjegal langkah orang-orang. Kenyataan itu membuat segalanya lebih membingungkan.” (hal. 69)
Perempuan telah membuat kemajuan selama beberapa tahun terakhir ini, tetapi tetap saja ada dimana peran perempuan masih disubordinasikan dalam kehidupan sosial masyarakat. Topik ini secara umum menjadi tema yang diangkat oleh Cho Nam Joo dalam novel berjudul Kim Ji-yeong Lahir Tahun 1982.
Novel ini berkisah tentang sosok Kim Ji-yeong yang lahir pada 1982 sebagai anak perempuan yang kehadirannya tidak terlalu diharapkan. Bagaimanapun pada saat itu melahirkan anak laki-laki lebih istimewa dibandingkan anak perempuan.
Dalam perjalanan tumbuh kembangnya, Kim Ji-yeong mengalami diskriminasi bahwa laki-laki selalu mendapatkan peranan penting dan berarti dalam segala lini kehidupan.
Bagaimana laki-laki mendapatkan urutan pertama ketika makan siang, ketika laki-laki dianggap wajar melakukan kenakalan dan melanggar aturan berpakaian di sekolah dan perempuan diatur sedemikian. Dan, bagaimana adik laki-lakinya mendapatkan perlakukan istimewa.
Dalam diamnya Ji-yeong mencoba memahami dunia dimana ia tumbuh dan kembang bahwa laki-laki memiliki kesempatan lebih besar menjalankan kehidupan sesuai keinginan mereka. Pada awalnya, Ji-yeong terlihat santai.
Lazimnya anak perempuan pada umumnya, Ji-yeong tumbuh seperti biasa dan sederhana di tengah segala tekanan persoalan gender hanya karena ia ‘perempuan’. Ji-yeong menjadi bagian dari wanita modern yang bekerja dengan baik meskipun ia masih menemui hal-hal yang tidak menyenangkan terkait identitasnya sebagai perempuan.
Ji-yeong berusia 30-an dan ia menikah dengan Jeong Dae-hyeon, suami yang mencintainya dengan baik. Mau berbagi pekerjaan rumah dan menjalankan kehidupan dengan bahagia. Permasalahan datang ketika ia memenuhi standar kehidupan normal pasangan yang sudah menikah. Memiliki anak.
“Kau berkata kita sebaiknya tidak memikirkan apa yang hilang dari kita. Aku mungkin akan kehilangan masa muda, kesehatan, pekerjaan, rekan-rekan kerja, teman-teman, rencana hidup dan masa depanku. Karena itu aku selalu memikirkan apa yang akan hilang dariku. Tetapi apa yang akan hilang darimu?” (hal.136)
Ji-yeong bukan menolak untuk memiliki anak. Ada hal hilang yang mesti ia hadapi. Ia merasa hidup yang ia jalani sebagai perempuan tidak adil. Meskipun ia mengatakan baik-baik saja, tapi Ji-yeong tidak baik-baik saja. Kehidupan telah membebani Ji-yeong tanpa ia sadari.