Lihat ke Halaman Asli

Eka Fatikhul Firdausi

Akademisi Psikologi

"Self Acceptance", Seni Menyusun Kebahagiaan Berdasarkan Konsep Psikologi

Diperbarui: 15 September 2018   12:48

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

sumber foto: grid.id

"Bagaiamana ya orang itu kok bisa sukses?", "Kenapa hidupku tidak sebahagia dia?", atau "Hebat sekali orang itu, kenapa aku tidak bisa sehebat dia?" Sering kita membandingkan diri kita dengan orang lain, merasa rendah diri, menilai orang lain lebih hebat dan lebih berharga dari diri kita sendiri.

Membandingkan diri sendiri dengan orang lain sebenarnya merupakan hal yang wajar, hanya saja jika kita terlalu sering membandingkan diri dengan orang lain maka dikhawatirkan akan menimbulkan hal yang kurang baik.

Sering membandingkan diri dengan orang lain bisa menjadikan rasa rendah diri yang berlebihan, akibatnya kita menjadi sulit untuk mengidentifikasi potensi diri, merasa kurang percaya diri, dan akhirnya hanyut oleh rasa iri terhadap orang lain.

Membandingkan diri dengan orang lain sebenarnya sah-sah saja dan bisa membawa hal positif selama kita bisa mengontrolnya dan menjadikannya sebagai motivasi.

Membangun Kesadaran

Setiap orang memiliki kekurangan dan kelebihan masing-masing. Setiap orang itu unik dan lahir dengan bekal bakat karakteristik yang berbeda-beda.

Pada dasarnya setiap manusia memiliki tujuan yang sama, yaitu ingin hidup sukses dan bisa meraih kebahagiaan.

Namun, banyak orang yang lupa bahwa jalan untuk mendapatkan kesuksesan itu berbeda-beda. Tujuan untuk sukses boleh sama, tapi jalan untuk ke sana bisa saja berbeda, jadi mengapa harus sama? Itulah sebabnya penting bagi kita untuk memahami Self Acceptance.

Self acceptance adalah adanya kesadaran pada diri seseorang untuk bisa menerima kekurangan dan kelebihan yang dimilikinya.

Self acceptance menjadikan seseorang untuk dapat memetakan hal apa yang hendak dilakukan setelah menyadari kekurangan dan kelebihan yang ada pada dirinya. 

Misal, seorang mahasiswa mendapatkan nilai IPK yang rendah. Sadar akan kemampuannya dalam mengingat suatu pelajaran tidak sekuat ingatan teman lainnya yang mendapatkan nilai bagus, maka dia memilih untuk menambah porsi belajar dan menciptakan suasana belajar yang tepat bagi dirinya. Dia menganalisa dan menyesuaikan cara belajar mana yang cocok dengan dirinya, apakah  gaya belajar secara auditori, visual, atau kinestetik.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline