16 tahun sudah berlalu sejak Kompasiana lahir, tapi apa yang membuat saya baru bergabung sekarang?
Jika ibarat manusia, saya ini adalah bayi yang baru terlahir, sedangkan Kompasiana adalah remaja yang sedang penuh dengan semangat jiwa muda yang berapi-api.
Menyala abangku!!! Begitulah ungkapan viral di kalangan anak muda saat ini.
Layaknya anak muda yang selalu berapi-api, Kompasiana menghadirkan ruang yang penuh dengan dinamika, ide-ide segar, dan tentunya semangat untuk berkontribusi melalui tulisan.
Awal Perjalanan Saya Menulis Online
Flashback ke 16 tahun yang lalu, ketika Kompasiana terlahir di tahun 2008, blogging sedang booming di Indonesia. Pada masa itu, memiliki blog adalah simbol eksistensi di dunia digital. Saya yang saat itu masih kuliah pun ikut terjun dengan membuat blog pribadi di platform WordPress. Tak lama, saya mencoba Blogspot untuk menjajal tema yang berbeda dari blog utama saya.
Antara tahun 2007 hingga 2010, saya aktif menulis di blog pribadi. Frekuensi menulis tidak selalu teratur---kadang seminggu sekali, kadang beberapa hari sekali, dan ada saat di mana saya menghilang berminggu-minggu tanpa menulis.
Masa itu penuh kenangan saat internet masih belum secepat dan semudah sekarang. Untuk bisa online, saya harus pergi ke warnet, karena kecepatan internet di kampus sering kali tidak menentu.
Saya masih bisa membayangkan suasana warnet kala itu---suara riuh anak-anak yang asyik bermain game online, teriakan seru bercampur ledekan dan tawa memenuhi ruangan. Di balik sekat triplek sederhana, saya duduk sendiri, tenggelam dalam dunia saya ketika jari-jemari sibuk mengetik cerita keseharian saya, di tengah hiruk-pikuk dunia digital yang sedang meledak di luar sana.
Saat itu, saya menulis artikel di buku tulis terlebih dahulu sebelum mengetikkannya di warnet. Saya merasakan kebebasan saat bisa menulis tentang kegiatan sehari-hari atau berbagi informasi yang saya anggap bermanfaat. Saya juga kerap merangkum artikel dari majalah dan koran untuk dijadikan bahan tulisan di blog.
Kenangan berjam-jam di perpustakaan mencari inspirasi, sampai duduk lama di depan komputer warnet untuk mengetik ulang tulisan dari buku catatan, masih sangat melekat dalam ingatan saya.
Namun, seperti halnya banyak hal lain dalam hidup, semangat menulis saya naik turun. Ada masa di mana saya berhenti menulis sama sekali, terkalahkan oleh kemalasan dan kesibukan. Beberapa tahun terakhir, saya kembali aktif menulis di blog berbasis blockchain. Meski begitu, rasa malas masih sering datang menghampiri.