Lihat ke Halaman Asli

Eka Dharmayudha

Mahasiswa Pasca Sarjana Kajian Stratejik Ketahanan Nasional UI

Takjil War

Diperbarui: 24 Maret 2024   11:05

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tebar Hikmah Ramadan. Sumber ilustrasi: PAXELS

Sosial media sedang diramaikan dengan fenomena "Takjil War." Istilah ini menjadi populer ketika berburu takjil yang merupakan kebiasaan bagi umat muslim di bulan puasa guna menjadi hidangan pembuka disaat berbuka, kini juga dilakukan oleh umat beragama lainnya yang meskipun tidak menjalankan ibadah puasa namun bersemangat untuk "berburu" takjil. 

Istilah ini populer melalui sosial media yang kemudian meluas dan menjadi perekat kebersamaan dan kehangatan warga negara. Tidak hanya menjadi konten bagi umat beragama lainnya, aksi "takjil war" ini juga jadi bahan hiburan dan adu saling berbalas sindiran. 

Sindiran-sindiran lucu tersebut kemudian direspon oleh akun-akun besar dan takjil war menjadi sebuah semangat untuk menunjukkan bahwa masyarakat Indonesia selalu punya cara untuk menciptakan kehangatan diantara mereka.

Ditengah ketidakpastian global akibat perang, teror, krisis iklim, dan krisis ekonomi, Indonesia mendapatkan dampak yang tak terpisahkan. Takjil war seolah menjadi penghidup dan penggerak ekonomi di akar rumput dengan menciptakan perputaran ekonomi yang baik. 

Permintaan yang tinggi terhadap takjil mendorong terbukanya peluang ekonomi bagi pedagang kecil dan UMKM sehingga istilah "berkah Ramadhan" seolah terwujud akibatnya. 

Dengan terciptanya potensi keuntungan yang lebih tinggi dibandingkan bulan-bulan lainnya, takjil war menggambarkan budaya gotong royong serta kebersamaan diantara masyarakat Indonesia.

Indonesia memiliki budaya lebaran setelah ibadah puasa 30 hari, sehingga ada harapan bagi masyarakat Indonesia khususnya pedagang kecil dan UMKM untuk bisa merayakan lebaran dengan sajian dan keadaan yang baik. 

Perputaran ekonomi yang mendorong profitabilitas yang tinggi bisa menjadi tabungan bagi para pelaku usaha untuk bisa menikmati lebaran sehingga nantinya terjadi perputaran ekonomi lainnya disektor jasa dan pariwisata. Meski begitu, takjil war juga bisa saja memiliki dampak negatif.

Akibat persaingan yang sengit dalam mencari konsumen, terdapat potensi kerugian dari sisi penetapan harga jual dan juga penurunan kualitas dagangan. Pedagang pasti mencari cara yang ekonomis dalam menyediakan permintaan yang tinggi namun tidak membuat mereka rugi dalam penyediaan bahan baku yang harganya sedang melambung tinggi akibat dari resesi global dan kebijakan yang diterapkan oleh pemerintah. Ini akan merugikan baik dari sisi konsumen maupun pedagang. 

Selain itu, penggunaan kemasan sekali pakai dalam pengemasan takjil berpotensi memberikan dampak buruk bagi lingkungan. Masih buruknya pengelolaan limbah sampah plastik di Indonesia dan jenis kemasan yang berbahaya, dalam jangka waktu tertentu jelas akan memberikan masalah baru bagi lingkungan sekitar dan bahkan manusia di dalamnya. 

Namun lagi-lagi, kemampuan modal yang minim dari pedagang menyebabkan keadaan tersebut bisa terjadi. Lemahnya perlindungan sosial bagi masyarakat kelas menengah di Indonesia menyebabkan pengadaan modal untuk berusaha menjadi terbatas sehingga masih ditemukan kondisi-kondisi yang justru bisa membahayakan lingkungan sekitar. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline