Kau bilang padaku bahwa cinta dari mata turun ke hati. Ia turun, tapi tak pernah sempat kau maknai.
Cinta jatuh penuh luka, babak belur sekujur tubuhnya. Jangan bicara cinta kalau tak mengerti apa itu cinta.
Mengapa semuanya terasa begitu menyakitkan? Tak pernah ada pelukan, hanya ada tekanan. Tak pernah didengarkan, hanya ada penghakiman. Terluka namun mencoba lapang dada. Menerima kenyataan bahwa aku kecil sekali dihadapan semesta.
Aku tak butuh sok tahumu, aku hanya ingin bersandar di bahumu. Biar air mataku mengalir, membentuk kolam kenangan dan penyesalan. Setelah kehilangan, kau baru mengetahui rasanya patah, dan aku pernah ada disana, pernah. Duniamu sudah jauh berbeda dengan duniaku, ikut lah kesini, jangan terjebak dalam kenangan hari kemarin.
Apa cinta masih ada? iya masih ada di mulut.
Kau bisa bicara cinta, sampai berbusa-busa, tapi masih memukul habis harapanku, inginku. Kau bisa bicara cinta, tapi hatiku tak pernah kau sentuh.
Kau bisa bicara cinta, tapi selalu mengajak pergi pada suatu yang fana. Padahal, kesakitanku ada di depan matamu, tapi tak pernah kau ramu, dengan hangat dalam dingin.
Aku hanyalah angan dalam angin, yang pasti akan berlalu tanpa perlu kau risaukan. Nanti ketika aku pergi, kau mulai bicara perjuanganmu dulu untukku. Semua pengorbananmu. Tapi kau tak pernah mengerti, pengorbanan dan kewajiban adalah dua hal yang jauh berbeda.
Jangan bicara cinta kalau kau sibuk dengan duniamu sendiri, dengan keinginanmu sendiri. Aku hanya ingin didengarkan, bukan dusta yang setiap hari ditumpahkan. Aku ingin bercerita pada yang ada di depan mata, bukan sesuatu di atas sana yang entah dimana. Kau tahu, orang gelisah sangat sulit untuk bisa tidur.
Bagaimana bisa kau membiarkanku menderita setiap hari sambil mengucapkan kata : "aku cinta padamu, aku akan berkorban untukmu, aku akan melakukan segalanya untuk kebahagiaanmu," padahal tanpa kau sadari, sikapmu membuatku tersesat, kehilangan diri sendiri.
Kini aku bertemu dengan orang lain, yang membiarkanku bercerita, memberi sentuhan dan pelukan, tanpa penghakiman, sementara kau dengan amarah mengatakan bahwa orang lain itu yang akan menghancurkanku.