Lihat ke Halaman Asli

Eka Dharmayudha

Mahasiswa Pasca Sarjana Kajian Stratejik Ketahanan Nasional UI

Deskripsi Anak Tongkrongan

Diperbarui: 6 Maret 2020   12:17

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Meskipun dianggap sebagai kegiatan yang membuang-buang waktu, saya tetap memilih untuk meluangkan waktu agar bisa nongkrong. Ya karena aktivitas dari pagi hingga agak malam sangat padat, biasanya saya nongkrong sangat larut malam karena memang hanya waktu itu lah waktu yang sudah tidak ada lagi pekerjaan yang harus dilakukan.

Nongkrong di warung kopi sederhana di salah satu tempat yang menjadi pusat kebisingan kota Bandung membuka perspektif saya terhadap pergaulan masyarakat Indonesia. Tempat nongkrong saya ini tidak hanya menjadi tempat saya dan kawan-kawan saya untuk nongkrong, kadang ada beberapa warga lainnya, pegawai kantor, maupun pengunjung asing lainnya. Dari keramaian pengunjung inilah pengetahuan baru biasanya ditemukan.

Banyaknya stigma negatif yang melekat pada anak tongkrongan tidak membuat kami bingung. Bahkan tak pernah dihiraukan. Sesekali kita menjadikan itu sebagai bahan hiburan kita. Lumayanlah untuk tertawa bersama. Banyak yang mengira anak tongkrongan itu selalu ngobrol hal-hal sepele, hal-hal ngalor-ngidul, mabar, dan akhirnya membuat kita dianggap tak punya kapasitas untuk mengobrolkan hal-hal yang "cerdas." Tentu saja ini sebuah pelabelan yang sangat tidak masuk akal bagi anak tongkrongan. Lalu bagaimana sebenarnya anak tongkrongan itu? Apa-apa saja percakapan yang dilakukan sehari-harinya? Benarkah kita hanya bicara hal-hal sepele? Mari kita buktikan.

Anak Tongkrongan adalah Pemalas yang Cerdas

Banyak yang memberikan label bahwa anak tongkrongan adalah anak yang pemalas.

Toh hal tersebut tidak akan saya bantah karena saya pun pemalas juga. Cuma ada satu hal yang terlewat dari para pelabel ini, yaitu bahwa kami adalah pemalas yang cerdas. Bagaimana bisa pemalas yang cerdas? Pemalas disini bukan berarti kami adalah orang yang sukanya santai-santai, malas bekerja, ataupun mengeluh tanpa tindakan terhadap problem. Pemalas disini artinya kita tidak suka segala sesuatunya menjadi rumit.

Guna memastikan segalanya menjadi sederhana, kami memastikan bahwa segalanya harus menghindarkan kita dari kesusahan. Unik memang, walaupun memang kadang-kadang pasti kita akan menerima kesusahan, tapi dengan karakter pemalas yang kita miliki, otak kita bekerja sangat maksimal untuk membuatnya sederhana dan membuat problem itu mampu diselesaikan secara rasional. Untuk itu, kawan-kawan disini memperkaya diri mereka dengan pengetahuan sebanyak-banyaknya dan mempraktekannya sesering mungkin. Inilah yang menjadikan kita sebagai pemalas yang cerdas.

Lintas Generasi

Angkatan 2010 menjadi angkatan yang paling tua di tongkrongan kami, dan angkatan 2018 menjadi angkatan yang paling muda. Lintas generasi ini menjadi sebuah keuntungan yang luarbiasa dari tongkrongan. Banyak pengalaman hidup yang bisa diperbincangkan setiap harinya. Yang lebih tua bisa bercerita dan berkeluh kesah tentang kehidupan mereka dan yang muda mendengarkan dengan seksama sembari mencoba menghubungkan dengan sedikit pengalamannya. Lalu yang muda bisa juga meminta saran kepada yang lebih tua perihal masalah-masalah baru yang pertama kali dihadapi oleh yang muda ini. Tak ketinggalan yang muda juga bisa memberikan pandangan alternatif terhadap yang lebih tua terhadap problematika hidup. Hal ini yang tak pernah dilihat sebagai keunggulan tongkrongan. Dengan adanya lintas generasi dan pengalaman-pengalaman kehidupan membuat percakapan menjadi sangat kaya dan beragam.

Lintas Disiplin Ilmu

Ini mungkin menjadi salah satu yang membuat saya kaya akan pengetahuan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline