Lihat ke Halaman Asli

Eka Budi Utari

Mahasiswa Uinsu , Jurusan Ilmu Al-Quran dan Tafsir

Tolak Ukur Kebenaran bagi Seorang Muslim

Diperbarui: 17 Agustus 2020   12:06

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Oleh: Eka Budi Utari

(Mahasiswa Jurusan Ilmu Alquran dan Tafsir,

Kelomok KKN DR 22 UINSU 2020)

Hari ini kita melihat banyak orang yang menjalani kehidupanna tanpa pppetunjuk (hidayah), melakukan berbagai aktivitas tanpa memiliki standar  untuk mengukr kebenaran perbuatannya, menjadi suatu yang lumpar ketika  kita menjumapai orang lain merasa benar ketika melakukan kesalahan, meninggalan perbuatan terpuji karena menyangka sebagai  perbuatan tercela, misalnya seorang wanita muslimah yang meampakkan auratnya dan  tidak menututup aurat secara sempurna. Masih ada wanita muslimah yang menganggap menutup aurat dengan hijab itu tidak trendiri, masih ada yang merasa hijab itu panas atau gerah, dan yang paling parah mengatakan menutup aurat secara sempurna itu membatasi aktivitasnya.

Fenomena seperti ini bukan hanya terjadi di Indonesia saja, tapi negeri-negeri Islam seperti  Beirut, Damaskus, Kairo, maupun Bagdad yang membuka lengannya  dengan menampakkan lengan , keindahan dan kecantikan tubuhnya. Mereak merasa itu adalah hal yang terpuji. Masih banyak lagi contoh dari perbuaan tercela yang dianggap terpuji, bahkan ini mayoritas dilakukan oleh kalangan manusia, yaitu mengghibah, dalam dunia hiburan sendiri mengghibah dianggap sebagai sesuatu yang sangat asyik untuk dibahas, bahkan dijadikan sebagai ajang untuk meraup pundi-pundi keuangan, dengan dikemas secara apik dan menarik.

Dilansir dari Liputan6.com, (21/52019). Menurut studi dari jurnal Social Psychological and ersonality Science seseorang menghabiskan waktu sekitar 52 menit setiap hari untuk bergosip, dimana gosip bisa jadi ajang berbagai informasi, selain itu gosip juga dapat meningkatkan kerja sama kelompok dan membuat aggotanya tidak terlalu egois.

Perbuatan tercela dianggap benar jika memiliki suatu manfaat, walaupun itudapat merugikan orang lain, sebaliknya suatu perbuatan tercela dapat dinilai tercela apabila dianggap merepotkan, dan mengganggu kenayaman sendiri. Secara naluri pasti akan melakukan sesesuatu jika dianggap bisa mendatangkan maanfaat baginya, namun sebagai seorang muslim pasti memiliki standar kebenaran yang akan menjadi hidaya (petunjuk) dan akan mendatang kerdoan Alla SWT dan akan memberikan pahala dan nanti akan digantikan dengan syurga, apabila diikuti.  Allah SWT  adalah Al-Khalik (pencipta) dan AL-Mudabbir (pengatur) atas alam semsta dan seiisinya.

Adapun tolak ukur kebenaran seorang  Muslim adalah al-Quran dan Sunnah. Wujud manifestasi dari keimanan seorang muslim kepada kitabullah dan kenabian Muhammad saw adalah meyakini dan menerapkan seluruh ketetapan yang termaktub di dalam AlQuran dan Sunnah , serta mewajibkan dirinya untuk menjadikan al-Quran dan Sunnah dan yang ditunjuki oleh keduanya sebagainsatu-satunya tolak ukur dalam berfikir dan berbuat, dimana Al-Quran dan Sunnah wajib dijadikan sebagai sumber dari segala sumber hukum untuk menetapkan kebenaran , Al-Quran telah secara gamblang menjelaskan dalam Al-Quran:

Artinya:

"Dan bahwa (yang Kami perintahkan ini) adalah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah dia, dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu mencerai beraikan kamu dari jalan-Nya. Yang demikian itu diperintahkan Allah agar kamu bertakwa".

(TQS Al-An'am:153).

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline