Lihat ke Halaman Asli

Eka Aulia

Investment Product Development | Financial Planner Enthusiast

Pandemi Membuat Kita Memahami, Betapa Daruratnya Punya Dana Darurat

Diperbarui: 30 Juni 2020   23:16

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber foto: pexels.com

Indonesia merupakan negara yang telah beberapa kali mengalami masa-masa sulit setelah masa kemerdekaannya. Salah satu sektor yang paling terasa dampaknya adalah sektor ekonomi di segala tingkat, baik dari tingkat makro maupun mikro. Mulai dari meningkatnya rasio utang negara, melambatnya pertumbuhan ekonomi, hingga pemberhentian pekerja oleh para pemberi kerja.

Masa sulit sungguh menghadirkan wujud ketidakpastian secara nyata apa adanya. Tidak ada yang mampu memprediksi secara pasti kapan kesulitan tersebut akan memudar. Setelah pudar pun, tak ada pula yang bisa menjamin masa sulit tak akan datang  kembali nanti.

Belajar dari pengalaman masa lalu, para pakar keuangan telah menyiapkan berbagai skenario jikalau kondisi terburuk kembali terulang. Berbagai praktisi keuangan telah mengkampanyekan akan pentingnya proteksi diri menghadapi segala ketidakpastian.

Para generasi terdahulu pun, yakni Gen X dan Baby Boomer seharusnya sudah lebih tergerak untuk menyiapkan diri. Ditambah, adanya ramalan yang mengaitkan krisis sebagai siklus 10 tahun sekali.

Sempat terbukti bahwa ramalan tersebut hanya lah isapan jempol belaka, namun ternyata 2 tahun kemudian, mendadak virus muncul, merebak, hingga mewabah hanya dalam hitungan bulanan. Siapa sangka, isapan jempol perihal siklus krisis bukannya tak ada malah tertunda. 

Kehadirannya yang begitu mendadak, bahkan membuat negara paling maju pun sempat memilih untuk acuh tak acuh karena telah bersiap menyongsong pertumbuhan ekonomi yang seharusnya makin melaju dari keterpurukan krisis yang lalu.

Level negara saja terkejut, apalagi kita, para individu yang sedang hiruk pikuk mengumpulkan pundi-pundi jadi mendadak sunyi. Merasa terancam dengan lesunya perputaran bisnis. Dihantui bayang-bayang terhentinya aliran pemasukan. Membuat kita gamang akan kemampuan kita bertahan hidup, terutama bagi generasi Milennial dan Gen Z yang baru pertama kalinya menghadapi potensi krisis.

Para “pendatang baru” dalam formasi pejuang kehidupan ini masih terlena akan euforia fase transisi kehidupan. Masih meraba bagaimana memegang kendali kehidupan seutuhnya paska menempuh pendidikan. Masih mudah tergoda untuk menikmati hasil jerih payah sesegara mungkin. Hingga pada akhirnya, sebagian dari mereka masih merasa kehidupan mendatang di masa depan terlalu ruwet untuk dipikirkan sekarang.

Kini, gegap gempita tanpa pikir panjang itu jadi riuh rendah. Tercekat akan pahitnya masa sulit seperti ini. Terhempas oleh kesadaran bahwa segudang aktivitas dan rencana kekinian itu terpaksa harus tertunda.

Momen ini seharusnya kembali menjadi momentum.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline