Dunia pendidikan kembali berduka, dengan terjadinya kasus bullying 4 bulan lalu yang terjadi di Thamrin City dan di Univeristas Swasta Jakarta, tidak henti-hentinya kasus bullyingini kerap terjadi dalam ranah pendidikan. Belajar dari kasus tersebut, menurut Violence Prevention Works, bullying merupakan perilaku agresif yang disengaja dan melibatkan ketidakseimbangan kekuasaan antara satu orang dengan orang lainnya.
Bullying dapat terjadi secara berulang dari waktu ke waktu. Bullying umumnya terjadi berupa perilaku ataupun kata-kata, seperti memanggil nama dengan sebutan yang menyakitkan, penganiyaan, mengancam atau mengasingkan satu orang atau lebih tanpa sebab yang jelas, pemerasan, penghinaan terhadap orang lain.
Dalam riset yang dilakukan oleh American Institutes for Researchpada tahun 2016, Indonesia berada dalam urutan lima besar tertinggi dalam kasus bullying. Hal ini menjadi sebuah tamparan keras bagi dunia pendidikan di Indonesia. Peringkat lima besar ini tidak dapat di abaikan begitu saja, jika tidak terusut dengan tuntas maka akan mengakibatkan Indonesia menduduki peringkat teratas dalam kasus bullying.
Selain itu, Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) juga menjelaskan, sejak tahun 2011 hingga 2017 pihaknya telah menemukan sekitar 26 ribu kasus kekerasan fisik dan psikis terhadap anak. Namun, khusus untuk bullying, tercatat ada sekitar 253 kasus. Jumlah tersebut terdiri dari 122 anak yang menjadi korban dan 131 anak yang menjadi pelaku.
Dari data tersebut menunjukkan bahwa lebih banyak anak yang menjadi pelaku bullying dibandingkan menjadi korban. Anak yang menjadi pelaku bullying umumnya memiliki karakteristik sifat seperti, mementingkan diri sendiri, sangat kompetitif, ekshibisionis dan agresif (Salmivalli dalam, Lodge, 2014). Anak-anak yang menjadi pelaku bullying juga memiliki tingkat empati yang rendah dan cenderung manipulatif serta memiliki hubungan interpersonal yang buruk (Baumeister dalam, Lodge, 2014). Lantas, apa penyebab utama seorang anak menjadi pelaku bullying?
Doktor Gail Gross pakar pendidikan dan parenting mengatakan bahwa ada beberapa hal yang dapat menyebabkan seorang anak menjadi pelaku bullying, yaitu :
Like Parent, Like Child
Role model atau acuan anak dalam berperilaku adalah tergantung dari apa yang mereka lihat. Jika anak diintimidasi oleh orang tuanya atau diperlakukan dengan cara yang tidak sopan di rumah, anak tersebut cenderung meniru perilaku ini di sekolah. Mereka belajar dari orang tua mereka bahwa jenis perilaku ini dapat diterima dalam lingkungan.
The Powerless Child
Terkadang, anak yang menggertak adalah anak yang merasa sama sekali tidak berdaya di rumah. Mungkin anak ini diperlakukan dengan tidak baik, atau mereka melihat orang tuanya memperlakukan orang lain dengan tidak baik, sehingga merasa takut dan tidak berdaya di rumah. Oleh sebab itu, anak berupaya mengembalikan kekuatannya dengan melakukan intimidasi terhadap orang lain di sekolah.
The Forgotten Child