Sebenarnya ini bukanlah pengalaman traveling terbaru saya. Tapi ini adalah salah satu perjalanan yang cukup berkesan. Berkesan karena ada banyak pengalaman baru yang saya dapatkan. Jujur, saya memang bukan anak pencinta alam sejati. Saya tidak terlalu sering keluar masuk hutan. Jadi, menemukan banyak hal dalam perjalanan kali ini sangat meninggalkan kesan yang mendalam.
Ini cerita tentang perjalanan menuju Air Terjun Dua Warna. Dulu waktu saya ke tempat ini, Air Terjun Dua Warna bukanlah salah satu tujuan wisata yang popular. Lain dengan sekarang dong. Dua Warna sudah sangat terkenal dan ramai dikunjungi. Seperti namanya, air terjun ini terdiri atas dua air terjun berdekatan dengan dua warna berbeda.
Air terjun dua warna berada di Desa Bandar Baru, Kecamatan Sibolangit, Deli Serdang. Tepatnya di Bumi Perkemahan Sibolangit. Dengan jarak tempuh ± 57 Km dari kota Medan, dibutuhkan waktu sekitar 1 jam perjalanan. Air terjun ini tersembunyi aman di tengah hutan lindung Sibayak I dan Sibayak II, dengan ketinggian ± 75 meter pada ketinggian 1475 Meter Dpl (dari permukaan laut). Untuk menuju air terjun ini harus berjalan kaki sejauh ± 10 Km. Waktu tempuhnya bila berjalan santai, dibutuhkan waktu sekitar 3 jam. Medannya cukup menantang bagi penggemar olah raga adventure treking.
Untuk berangkat menuju medan perang, ciyeh... persiapan kami sudah sangat lengkap. Saya berangkat dengan delapan orang teman lainnya. Dua di antaranya adalah profesional yang sudah sangat sering masuk hutan. Sedang kami yang lainnya adalah para pemula yang menikmati hutan tapi bukan profesional yang terbiasa berlibur di dalam hutan. Elizabeth, salah satu teman saya malah masuk hutan dengan baju rok terusan. Ini jadi bahan cercaaan sekaligus hiburan buat kami. Ha-ha-ha... Bayangkan bagaimana teman saya ini setengah ‘saraf’ berkostum seperti itu treking masuk hutan. Alhasil, resiko banyak-banyak digigit pacet harus dinikmati sebisa mungkin.
Buat berjaga-jaga dari banyaknya gigitan pacet, kami juga membawa tembakau pada sebungkus rokok. Tembakau tersebut dalam perjalanan kali ini ibaratnya sebuah tameng. Tameng terhadap makhluk kecil lunak tak berotak, pacet, demikian seorang kawan menyebutnya. Yeah... tak perlu khawatir kawan, pacet hanyalah bagian dari petualangan kecil bila ingin menikmati keindahan hutan tropis.
[caption id="attachment_264840" align="alignnone" width="300" caption="Saya dan teman-teman. Sudah di dalam hutan. "][/caption]
Kami berjalan memasuki hutan di bumi perkemahan Sibolangit. Cuaca mulai terasa gelap di dalam hutan. Cahaya matahari masuk terbatas, tertahan rimbun-rimbun pohon heterogen. Selara-selara yang bertaburan sepanjang jalan menimbulkan bunyi kresek-kresek pada jalan yang kami lalui. Cukup melelahkan, tapi irama rimba, suara alam yang tenang, mengobati rasa berat pada otot kaki dan bahu. ”Ini tempat yang tepat untuk membunuh waktu,” kata Raymond, salah seorang kawan. Benar saja, di tengah hutan ini, waktu terasa mati.
Kami baru saja melewati bukit yang dipenuhi akar-akar serabut dan akar-akar tunggang pepohonan tropis. Sebelumnya, empat buah sungai kecil berair bening telah kali lewati. Selain merayap naik, kami juga merayap turun menuruni bukit-bukit cukup terjal.
Tiba-tiba langkah kami terhenti, salah seorang anggota kelompok kami menemukan jejak kaki. ”Ini jejak Babi Hutan,” katanya. Babi hutan tersebut baru saja pergi setelah mendengar dan mencium bau kami. Selain Babi Hutan, kami mendengar bunyi klepak-klepak di udara tak lama kemudian. Itu bunyi suara Burung Rangkong. Kepak sayapnya membuat gaduh.
Pokoknya sepanjang jalur perjalanan menuju air terjun dua warna ini, kita akan disuguhkan pemandangan hutan hujan tropis khas Indonesia, suara burung, hewan liar seperti monyet, mawas, kedih, rusa, babi hutan, dan hewan liar lainya. Beruntungnya, kami menemukan tanaman langka musiman, bunga bangkai, Amor pophalus titanum. Bunga bangkai ini sedang mekar-mekarnya. Selain bunga bangkai ini, Anda juga bisa menemukan Meranti, Fikus Sumatera, Pandan Rasaksa Sumatra atau Pandanus Sumatranus, dan langsat hutan, langsat yang menempel pada batang pohon. Sangat unik. Nah... untuk melepas lelah dan mengumpulkan tenaga di perjalanan ada beberapa pos untuk istirahat sejenak.
[caption id="attachment_264841" align="alignnone" width="300" caption="Bunga bangkai"]
[/caption]
Air terjun dua warna ini pertama kali ditemukan para pecinta alam yang sering mengadakan kegiatant, treking, hiking dan camping. Tidak jelas kelompok mana yang memulai, tetapi kemudian sangat populer di kalangan pencinta alam. Banyak yang tertarik untuk datang berkunjung. Tak sedikit pula di antaranya yang tersesat karena tidak biasa dan tidak menggunakan jasa pemandu lokal. Soalnya, banyak simpang yang membingungkan walaupun ada tanda-tanda penunjuk jalan, stiker berwarna orange di batang-batang pohon.
[caption id="attachment_264842" align="alignnone" width="300" caption="Kami dan bunga bangkai. Cantik dengan cara masing-masing. He-he-he..."]
[/caption]
Kami telah sampai. Kini kami berdiri di depannya. Takjub dan kehilangan kata-kata. Serasa di negeri dongeng. Ada hamparan karpet air berwarna biru di depan kami. Air terjun yang satu ini memang sangat unik. Terbagi atas dua buah air terjun utama yang berdekatan. Yang satu berwarna biru sangat indah, dihiasi bebatuan dan tebing-tebing ditumbuhi hijaunya lumut. Yang satu lagi berwarna bening dan berair dingin. Di antara keduanya banyak air terjun kecil penghias tebing.
[caption id="attachment_264843" align="alignnone" width="300" caption="An amazing biru putih air terjun dua warna"]
[/caption]
Konon air terjun ini terjadi akibat letusan Gunung Sibayak ratusan tahun silam yang membentuk aliran sungai yang di aliri sulfur (belerang). Air belerang tersebut menyatu dengan partikel–partikel air sungai dari resapan hutan sehingga berubah warna menjadi biru. Anehnya, air terjun berwarna biru tersebut tidak mengeluarkan bau belerang.
Tak jauh dari tempat itu, terdapat sebuah prasasti untuk mengenang salah satu anggota Mapala Medan yang meninggal akibat kecelakaan di lokasi tersebut. Untuk itu, disarankan kepada pengemar kegiatan adventure treking untuk menggunakan jasa pemandu lokal agar aman. Seperti kami, untunglah kami pergi bersama kawan yang biasa menjadi pemandu.
Hari itu, langit makin gelap. Hujan turun dengan derasnya. Tak ada tanda-tanda akan mereda. Untungnya teman kami yang sudah terbiasa masuk hutan membawa dry bag untuk menyimpan barang-barang elektronik kami. Tapi... air sungai mulai naik. Arus semakin deras. Gawat... kami terancam tak bisa menyeberang. Ada rasa panik yang datang waktu itu. Saya apalagi. Saya tidak mahir berenang. Dan... malam sudah dekat. Kalaupun harus menginap di hutan, kami tidak punya cukup bekal, tak membawa tenda, juga tidak pakaian ganti. Bibir saya semakin pucat. Selain menggigil karena dingin, saya juga menggigil karena sedikit lapar juga rasa cemas. He-he-he...
Untunglah, Raymond membawa tali yang sangat kuat untuk membantu menyeberang. Satu-persatu kami dituntun melewati arus yang deras. Ah... leganya... Ada sebongkah batu yang terangkat dari dada. Jadi, saya sarankan, jangan pergi sendiri kalau Anda belum terbiasa.
Satu lagi, jika Anda menikmati hijaunya alam, lestarikanlah! Ingat, jangan pernah memetik tumbuhan apapun di hutan, jangan meninggalkan sampah apapun, terutama plastik, dan jangan merusak apapun. Hutan yang kita lintasi dapat berubah menjadi neraka hijau bila kita tidak menyayanginya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H