Lihat ke Halaman Asli

10 Nopember 2009

Diperbarui: 26 Juni 2015   19:23

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Ya, hari Pahlawan. Sempatkah kita memperingati hari pahlawan? Apa memang harus diperingati? … Mungkin bagi sebagian besar masyarakat menganggap hal itu tidaklah terlalu penting, karena ada (banyak) hal lain yang lebih mendesak untuk segera dipenuhi, ya .. urusan perut. Apakah besok masih bisa makan (tiga kali sehari) atau tidak?!... Atau bagi sebagian remaja kota yang lebih asik menyenangkan diri dalam dugem. Atau bagi pegawai, eksekutif muda yang sudah penat dengan setumpuk aktifitas kantornya. Atau bagi ibu-ibu yang pusing memikirkan bagaimana membayar hutang bulan ini, bagaimana mengatur uangnya yang pas-pasan, dan terkadang minus. Atau para politisi yang sedang bergumul dengan masalah konspirasinya. Atau bagi para penguasa yang sibuk membagi kue-kue kekuasaan. Apakah mereka sudah tidak peduli lagi dengan jasa para pahlawannya. Yang dengan perjuangannya menegakkan bangsa agar anak negeri bisa bermartabat sebagai manusia merdeka. Orang bijak berkata, "bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai jasa-jasa para pahlawannya". Lantas Bagaimana orang bijak ini menempatkan kata-kata indahnya diatas setumpuk permasalahan yang ada? Banyak acara peringatan hari-hari besar termasuk hari pahlawan dirayakan dengan cara yang berbeda dan meriah. Dan terkadang hanya terjebak dalam seremonial belaka tanpa bisa lebih memberi arti atau memaknai lebih dalam. Dan selanjutnya untuk lebih bisa memupuk kesadaran sejati masyarakat untuk mewarnai nasionalisme yang demokratis. Jika kita sejenak sempat melihat dan merasakan bahwa "orang-orang yang kalah" yaitu orang-orang kecil yang terpinggirkan, kelompok orang-orang yang kurang beruntung ataupun mereka yang berada dalam ruang-ruang kemiskinan, lebih mmemiliki semangat heroik. Semangat dari manusia pembebasan yang bertitel pahlawan. Perjuangan yang tidak mengharapkan ketenaran, kemewahan, kekuasaan, bahkan imbalan yang setimpal untuk sekedar menutupi kebutuhan besok. Mereka tidak hapal nama-nama pahlawan, mereka hanya tahu sedikit-sedikit cerita pahlawan, tapi mereka berjiwa sebening dan setegar pahlawan. Pahlawan yang berbuat dengan berjuang dengan kemampuan sendiri tanpa harus menindas dan mengangkangi demokrasi. Dengan bersahaja mengukir hari-hari perjuangan panjangnya yang melelahkan. Rasanya tidak basi juga jika kita mencoba mencari relevansinya dengan kehidupan demokrasi bangsa yang masih carut marut ini. Hari Pahlawan adalah momen yang tepat bagi bangsa yang ingin besar untuk bercermin dan berevaluasi diri secara jujur. Agar air mata dan darah pahlawan yang sudah membasahi tanah khatulistiwa ini tidak sia-sia dan hanya menjadi cerita dalam mata pelajaran sejarah di sekolah saja. Karena sejatinya seorang Pahlawan adalah berbuat dengan berjuang. Perjuangan yang tulus dalam nafas kolektifitas yang tinggi, dengan tidak mengenal lelah dan pamrih demi rakyat banyak, demi bumi tercinta yang merdeka. In the memory you'll find me Eyes burning up The darkness holding me tightly Until the sun rises up Dari refrain lagunya Linkin Park "Forgotten", semoga "when the sun rises up" pahlawan-pahlawan kehidupan itu bisa mencerahkan, menjadi gambaran hidup yang nyata bagi kehidupan bangsaku tercinta. Secuil tulisan ini didedikasikan untuk orang-orang kalah yang tidak kalah. -*-

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline