Beberapa hari yang lalu saya membaca berita yang -secara dramatis bisa dikatakan- mampu mengubah pola pikir saya hari ini. Berita itu berjudul "Jokowi: Negara Lain Sudah Bicara Luar Angkasa, Kita Masih Urus Demo". Saat ini, saya bukan mau ngebahas tentang isu pluralisme yang lagi panas beberapa hari belakangan ini. Saya juga gak mau ngebahas tentang politik, saya bukan mau bahas tentang Ahok, saya bukan mau bahas tentang Rizieq, atau apapun yang berkaitan dengan itu. Hari ini saya mau membahas tentang kita, anak muda harapan bangsa Indonesia.
Mari kita kembali ngomongin berita yang saya singgung di awal. Sebagai gambaran, video tentang pidato Presiden tadi bisa ditonton disini. Ini video pidato Jokowi pertama yang bisa dibilang bikin saya cukup nyesek. Penyebabnya, karena tidak seperti biasa, kali ini Pak Jokowi terlihat gak baca teks, suaranya bernada tinggi dan mimik wajahnya terlihat sangat emosional. Seolah-olah beliau lagi gak pidato, tetapi lebih mencurahkan isi hati. Dalam pidatonya, Jokowi mencontohkan Elon Musk yang saat ini sedang mengembangkan mobil masa depan, teknologi hyperloop dan pemanfaatan ruang angkasa bagi manusia. Sebagai perbandingan, Jokowi membandingkan pekerjaan Elon Musk dengan situasi bangsa Indonesia, yang rakyatnya cuma fokus sama fitnah, suudzon dan perpecahan. Terus apa hubungannya kondisi bangsa Indonesia dengan anak muda? haha saya senang kalian bertanya.
Begini, sebenarnya saya sudah cukup lama terganggu dengan isu ke-tidak-produktif-an bangsa ini, khususnya ke-tidak-produktifan anak muda. Dulu, seorang Warren Buffet yang masih berumur 15 tahun, setiap hari sibuk mencari barang-barang yang bisa dijual. Dulu, seorang Bill Gates rela cuma tidur 8 jam seminggu demi membangun Microsoft. Dulu, seorang Mark Zuckerberg rela drop out dari Harvard demi mimpinya menyatukan dunia lewat facebook. Sekarang teman-teman, harta mereka bertiga sama dengan seperempat PDB (Produk Domestik Bruto) Indonesia! HAHA. Coba kalian bayangkan, harta 3 orang sudah lebih dari cukup untuk menafkahi seluruh keluarga di Papua ditambah dengan membangun semua kebutuhan infrastruktur di pulau tersebut. Menarik.
Tapi jangan rendahkan pemuda Indonesia! Dulu, tahun 1928 pernah ada satu kongres pemuda nasional pertama bernama "Sumpah Pemuda". Isi dari sumpah pemuda ada 3, "bertumpah darah yang satu, berbangsa yang satu, dan berbahasa yang satu." Setelah kongres itu, dengan sangat produktifnya para pemuda bekerja siang dan malam demi satu tujuan, merdekanya Indonesia. Saat itu para pemuda bekerja sesuai porsi dan keahlian masing-masing. W.R Supratman, seorang pemusik, menciptakan lagu kebangsaan Indonesia Raya. Soekarno, seorang orator, bertugas membakar semangat rakyat untuk melawan penjajah. Hatta, seorang diplomat, bertugas memberikan banyak saran dan menenangkan Bung Karno yang cenderung emosional. MH Thamrin, seorang parlemen, bekerja tanpa lelah untuk menguatkan posisi Indonesia di parlemen Belanda (Volksraad). Setelah merdeka, ada seorang tentara bernama Sudirman, yang meskipun dalam keadaan sakit parah, namun tetap ikut bergerilya demi mempertahankan kemerdekaan bangsanya. Ada juga seorang mahasiswa Indonesia bernama BJ Habibie, yang bekerja dan belajar tanpa tau batas waktu. Konon katanya, BJ Habibie mampu mengangkat martabat Indonesia di mata insinyur-insinyur dunia dengan "Crack Progression Theory" yang ia ciptakan. Ada lagi Rudi Hartono, Lim Swie King dan Susi Susanti, walaupun etnis tionghoa di Indonesia sering dilecehkan dan mengalami penindasan rasial, namun nyatanya mereka tetap bekerja keras mengharumkan nama Indonesia di setiap turnamen bulu tangkis yang mereka ikuti. Anak muda Indonesia pernah begitu hebat dan disegani. Namun, ironinya, kini hampir tidak ada lagi yang bisa dibanggakan dari Indonesia.
Setelah ini apa? Kita sudah tertinggal. Dan kita tinggal punya dua pilihan. Pertama, kita hidup dalam ketertinggalan dan membiarkan negara asing unggul atas kita selamanya. Kedua, kita lawan balik! kita kejar ketertinggalan kita. Bagaimana caranya? Mulai lakukan apapun yang kita bisa. Berkaryalah sesuai porsi dan talenta yang diberikan Tuhan. Saya pernah menulis naskah film pendek, saya pernah menulis tugas drama untuk tugas sekolah, saya pernah menulis hal-hal berbau komedi untuk kaskus dan blog lama saya, saya pernah menulis lagu, dan saat ini saya sedang mencoba menulis gagasan dan pemikiran-pemikiran saya tentang fenomena sekitar saya. Semua tulisan dan lagu-lagu saya mungkin hanya diketahui beberapa orang. Tidak terkenal. Tidak bagus-bagus amat. Tapi saya tahu satu hal, mencoba berkarya jauh lebih baik daripada bergosip, fitnah, habiskan waktu buat social media, nongkrong, mabuk-mabukan, dan hal-hal tidak produktif lainnya. Kawan, jangan takut berkarya!
Tahun 1980-an, tidak ada orang yang tau seperti apa budaya Korea Selatan. Bahkan Korea Selatan masih menjadi negara pesakitan seperti yang dialami Indonesia hari ini. Pada masa itu, semua orang menjadikan Amerika sebagai pusat dari musik dan perfilman. Tapi hebatnya, saat ini Korea sudah mampu mengejar Amerika dalam memberi influence bagi dunia permusikan dan perfilman internasional. Bukan cuma dalam industri hiburan, dalam bidang teknologi, Samsung (perusahaan asal Korsel) sekarang menjadi pesaing berat Apple dalam memberikan pengaruh bagi kemajuan teknologi dunia. Tahukah anda? Dibalik kesuksesan Korea Selatan, ada sekumpuluan anak-anak muda yang tidak ingin menyerah dengan keadaan bangsanya. Ada anak-anak muda yang mau berkarya tidak peduli akan dinilai apa karya tersebut. Ketika seluruh dunia ingin kebarat-baratan, ada sekumpulan anak muda Korea yang cukup gila untuk 'bangga' dengan budaya Asianya. Dan kini sudah terbukti bahwa budaya itu mampu memberi pengaruh besar bagi dunia.
Generasi muda, bangsa ini butuh kita. Bangsa ini butuh insinyur sipil untuk menyelesaikan semua ketertinggalan infrastruktur Indonesia, bangsa ini butuh dokter untuk meningkatkan kesehatan daerah-daerah terpencil, bangsa ini butuh insinyur mesin untuk setidaknya bersaing dengan mobil-mobil buatan Malaysia, bangsa ini butuh pengusaha untuk berinovasi melawan dunia, bangsa ini butuh insinyur pertambangan untuk membangun smelter sendiri dan menambang sendiri, bangsa ini butuh ekonom yang cakap mengelola keuangan negara. Bangsa ini butuh kita. Apapun cita-cita dan pekerjaanmu. Bangsa ini butuh hasil karyamu, kawan. Jadi, setelah ini apa?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H