Lihat ke Halaman Asli

Eksekusi Mati Duo “Bali Nine” Ditangan Jokowi

Diperbarui: 17 Juni 2015   10:50

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam memberantas penyebaran narkotika dan psikotropika, Indonesia semakin garang dalam menetapkan hukuman bagi yang menyebarkan barang haram tersebut khususnya di Indonesia. Mengingat bahwa Indonesia adalah pemasok narkoba terbesar di Asia Tenggara. Hal ini bisa dilihat dalam hukuman yang diberikan yaitu hukuman mati. Hukuman mati yang diberikan tidak pandang bulu baik apakah itu Warga Negara Indonesia asli ataupun Warga Negara Asing. Seperti yang diketahui beberapa bulan yang lalu, Jaksa Agung berhasil melakukan eksekusi mati terhadap enam terpidana yaitu lima dari Warga negara Asing dan satu dari Warga Negara Indonesia. Dari keenam terpidana tersebut, empat terpidana laki-laki sedangkan dua terpidana yaitu perempuan. Tidak hanya itu, selanjutnya Indonesia akan mengadakan eksekusi mati terhadap “Bali Nine”. Bali Nine adalah Warga Negara Australia yang kasusnya terbongkar dalam upaya penyeludupan lebih dari 8 kg heroin yang dibawanya dari Bali menuju Australia pada tahun 2005 silam. Kasus tersebut berhasil dilakukan oleh pihak yang berwajib karena informasi yang diterima dari pihak AFP. Bali Nine sendiri beranggotakan Sembilan orang, tetapi hanya dua orang saja yang akan divonis mati karena telah berkekuatan hukum tetap. Duo “Bali Nine tersebut yaitu Andrew Chan dan Myuran Sukumaran.

Eksekusi mati Duo “Bali Nine”  yang akan segera dilakukan dalam waktu dekat ini terus mengandung polemik pro dan kontra. Tidak hanya itu warga Australia serta ribuan hakim dan jaksa Australia terus melakukan aksi demonstrasi untuk meminta pemerintah Indonesia tidak mengeksekusi mati dua terpidana mati kasus narkoba Bali Nine. Tidak hanya itu Tony Abbott langsung mengklarifikasi kepada Jokowi mengenai bantuan Tsunami yang diberikan Australia kepada Indonesia. Dalam kasus seperti ini seharusnya Tony Abbott tidak perlu melibatkan mengenai bantuan yang telah diberikan Australia kepada Indonesia. Dengan penekanan Tony Abbott tersebut memperkuat bahwa bantuan yang diberikan Australia bukanlah sebagai bentuk bantuan kemanusian terhadap Indonesia tetapi bantuan politik ataupun diplomatik. Memang sebagaimana mestinya dalam hubungan kedua negara harus terjalin hubungan yang baik akan tetapi bukan ikut mencampuri urusan dalam negeri Indonesia. Kasus Duo “Bali Nine” ini merupakan hukuman mati yang dijatuhkan kepada terpidana kasus narkoba Bali Nine murni urusan hukum Indonesia sehingga Australia tidak memiliki hak untuk mencampuri dan meminta untuk menghentikan eksekusi mati tersebut.

Hal ini dituntut kebijakan yang akan diambil oleh Jokowi. Apakah Jokowi akan menghentikan kasus eksekusi mati Duo “Bali Nine” tersebut atau tetap melanjutkannya. Mengingat bahwa Tony Abbott sudah memberi kode keras kepada Jokowi. Tidak mudah bagi Jokowi untuk bisa memutuskan hal ini karena jika Jokowi tetap kepada hukum yang sudah ditetapkan terhadap kedua tersangka tersebut, Australia akan melakukan balasan diplomatik yang setimpal. Jika hal itu benar adanya, akan membuat hubungan antar kedua negara ini semakin memburuk. Sedangkan jika Jokowi mengabulkan permintaan dari Perdana Menteri Tony Abbott, warga negara Indonesia tidak hanya memberi kecaman tajam kepada Jokowi tetapi bisa dikatakan hukum di Indonesia diperuntukkan untuk kepentingan-kepentingan kedua negara ini.  Semoga Jokowi dapat mengambil keputusan yang bisa diterima oleh masing-masing kedua negara tersebut. Jikalau Jokowi salah dalam mengambil keputusan maka akan mengakibatkan Pemerintahan Jokowi semakin dipertanyakan.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline