Lihat ke Halaman Asli

Komunitas Hong : Bicara Budaya Melalui Permainan.

Diperbarui: 25 Juni 2015   21:46

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Berbicara permainan, hal pertama yang tebesit dalam pikiran kita adalah kecanggihan permainan-permainan elektronik ala pabrikan negeri asia timur. Popularitas permainan tersebut dengan cepat mengalahkan permainan tradisional lokal yang telah berabad menjadi budaya kita. Saat ini pun, orang lebih mengenal ‘playstation’, ‘xbox’ hingga permainan online yang menjamur seiring kemudahan ber-internet. Jelas pula terlihat penurunan popularitas dari permainan tradisional lokal kita. “Masyarakat seakan telah lupa terhadap permainan-permainan tradisional yang memiliki peran historis dalam pembentukan karakter dan budaya bangsa, “ ditegaskan Muhammad Zaini Alif, pendiri komunitas permainan tradisional Hong.

Seakan menyerah dan pasrah kehilangan sedikit demi sedikit jati diri budaya maupun kehilangan keteguhan budaya. Itulah cerminan masyarakat kita akibat dari ‘serangan’ arus budaya asing.Ini pun diperparah dengan semakin mudah masyarakat menerima budaya dan nilai-nilai asing tersebut dalam kehidupan bermasyarakat. Di tengah terbatas akan filter budaya, alam kemajuan pun kompak dalam menggerus budaya-budaya lokal sehingga tidak lagi mengakar dalam kehidupan. Selain itu, semakin dipersempitnya pendidikan budaya sebagai tiang penyangga dan salah satu filter yang menahan penetrasibudaya asing untuk masuk. Begitu pula nasib yang terjadi dalam permainan tradisional.

“Keresahan akan hal tersebut lah yang mendorong terciptanya komunitas hong ini”, tutur kang Zaini. Dia pun mengisahkan asal muasal terciptanya komunitas ini. Didahului dengan penelitian-penelitian mengenai permainan tradisional di tahun 1993, komunitas hong pun berdiri menjadi sebuah organisasi di tahun 2003, di Subang, Jawa Barat. “Sebelum berdiri, komunitas ini lahir dari tujuan mulia agar bermanfaat bagi masyarakat dengan menyediakan permainan-permainan tradisional yang harusnya menjadi kebutuhan masyarakat khususnya anak-anak”, sambungnya.

Komunitas Hong sendiri berasal dari nama sebuah permainan, yaitu ‘hong-hongan’.Yang mana arti Hong itu sendiri adalah pertemuan dengan tuhan sehingga dapat dikatakan bermain itu belajar tentang tuhan. “Dunia ini hanya permainan belaka, namun tidak main-main. Dalam permainan harus serius, ada aturannya dan peraturan itu harus ditegakkan”, Kang Zaini pun menyebutkan dasar filosofis berdirinya komunitas ini.

Kegiatan komunitas Hong terbagi menjadi 3 kegiatan besar yaitu, membuat permainan, mengkaji permainan, dan pemberdayaan masyarakat khususnya di Desa Ciburial, Dago Pakar Bandung. Setiap permainan tradisional biasanya memiliki nama-nama yang berbeda untuk setiap daerah, walaupun aturan permainannya mirip, permainan-permainan tersebut pun memiliki makna yang berbeda untuk jenis yang sama pada setiap daerah. “Bayangkan saja jenis permainan di Jawa Barat saja sudah di data sebanyak 250 jenis, Jawa Tengah 214 jenis, Lampung 50 jenis, dan 300 jenis tersebar di seluruh Indonesia. Tidak pula terbatas di Indonesia, ia pun menyebutkan Komunitas Hong pun melakukan penelitian hingga ke negara-negara Asia dan Afrika “Dan saya pun percaya masih banyak lagi jenis permainan yang belum tergali dan di data”, dengan semangat ia bercerita.

Ketika disinggung mengenai pendanaan, komunitas Hong telah melakukan kemandirian dana malalui koperasi. Selain berusaha mendanai kegiatan secara mandiri, komunitas ini pun menarik dana dari penjualan mainan tradisional yang mereka produksi sendiri. Komunitas Hong juga sering diundang dalam seminar-seminar maupun workshop di dalam dan luar negeri. Dari segi pengeluaran, disamping untuk membiayai operasional, pengeluaran belanja bahan permainan yang digunakan untuk membuat permainan. “permainan yang dibuat itu, ada yang ditujukan untuk dimainkan dan ada yang untuk di jual ke masyarakat yang berminat”, ujarnya lagi.

Yang unik dari Komunitas ini adalah, mereka mengaku tidak pernah melakukan pemasaran terhadap kominutas ini, namun sudah banyak sekali web di internet atau majalah yang mewartakan Komunitas Hong ini.

Berbicara mengenai target yang ingin dicapai oleh Komunitas Hong ini adalah membuat Indonesia sebagai kiblat permainan tradisional dunia. “ketika orang ingin berhaji, pasti mereka ke Arab Saudi, ketika orang ingin mendalami teknoligi, mereka berbondong ke Jepang. Dan harusnya, ketika orang ingin belajar permainan tradisional, mereka akan langsung pergi ke Indonesia”, tutur nya, dengan memperlihatkan beberapa jenis permainan tradisional koliksi Komunitas Hong.

Komunitas Hong pun telah membukukan berbagai jenis permainan, yang dicetak hampir 5000 eksemplar dan dibagikan secara gratis. Selain itu, ia pun mengundang untuk mengunjungi markas komunitas Hong di pekarangan ulin untuk siapa saja yang ingin bermain. “kalau ingin jadi anggota, datang saja dan tak perlu membayar. Jadi anggota, yang paling utama adalah ikut bermain, jangan hanya daftar”, tukasnya.

Diakhir perbincangan, kang Zaini, mewakili Komunitas hong, memberikan pesan mendalam untuk masyarakat, khususnya para orang tua. “Kembalilah ke permainan tradisional, permainan tradisional itu tidak kampungan, karena permainan tradisional itu belajar mengenali diri sendiri, alam, dan Tuhan. Bermain itu belajar disiplin dan kepatuhan, patuh terhadap peraturan-peraturannya. Sekolah adalah bermain.Sedangkan anak-anak jaman sekarang mudah terbawa budaya barat, kehilangan budaya nya sendiri. Di sini merasa modern, tapi di luar dianggap kampungan”, ujarnya dengan penuh penegasan.

Kebudayaan yang sangat kaya yang kita miliki, seperti permainan tradisional, jangan lah kita sia-siakan. Memang, kita tidak harus menolak kemajuan yang ada, namun kita harus tetap memiliki kepribaadian budaya yang harus mengakar dalam diri kita dan masyarakat secara umum. Jangan berkoar liar pada dunia seperti anak kehilangan mainannya ketika negeri tetangga mengklaim salah satu budaya kita di mana kita sangat acuh dan tidak peduli kepada budaya tersebut. Berbicara lah lantang kepada dunia melalui pelestarian budaya nasional yang berorientasi global, khususnya permainan tradisional. Think globally, act locally.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline