Kebijakan baru yang dikeluarkan oleh Dinas Pendidikan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, yang melarang pelaksanaan study tour ke luar kota, telah menimbulkan berbagai respons dari masyarakat. Kebijakan ini diresmikan untuk mengurangi risiko kecelakaan serta meringankan beban finansial para orang tua siswa.
Plt Kepala Dinas Pendidikan DKI Jakarta, Purwosusilo, mengumumkan bahwa larangan tersebut tertuang dalam Surat Edaran Nomor e-0017/SE/2024 yang diterbitkan pada 30 April 2024. Kebijakan ini mengatur agar kegiatan perpisahan dan study tour hanya boleh dilaksanakan di lingkungan sekolah. Langkah ini diambil sebagai tanggapan terhadap kecelakaan tragis yang melibatkan bus Putera Fajar, yang menewaskan sepuluh siswa SMK Lingga Kencana Depok saat melakukan tur perpisahan di Ciater, Jawa Barat, pada 11 Mei 2024.
Kebijakan ini dirancang tidak hanya untuk mengurangi risiko kecelakaan tetapi juga untuk mengurangi beban biaya yang harus ditanggung oleh orang tua siswa. Kegiatan perpisahan dan study tour sering kali memerlukan biaya yang signifikan, yang dapat memberatkan orang tua, terutama yang memiliki keterbatasan finansial.
Biaya tinggi ini mencakup akomodasi, transportasi, dan berbagai kebutuhan tambahan lainnya, yang bisa menjadi beban ekonomi yang berat. Kebijakan ini bertujuan untuk memastikan bahwa semua siswa dapat menikmati kegiatan perpisahan tanpa menghadapi tekanan finansial, sehingga menciptakan kesempatan yang lebih merata bagi seluruh siswa tanpa memandang latar belakang ekonomi mereka.
Larangan ini mendapatkan tanggapan beragam dari masyarakat. Banyak orang tua merasa tidak mampu membiayai kegiatan study tour, yang sering kali lebih bersifat rekreatif daripada edukatif. Beberapa orang tua mengusulkan agar kegiatan serupa diadakan di sekolah dengan biaya yang lebih terjangkau dan pengawasan yang lebih ketat.
Dengan demikian, siswa tetap dapat menikmati pengalaman yang menyenangkan dan mendidik tanpa membebani orang tua dengan biaya tambahan yang tinggi. Selain itu, pelaksanaan kegiatan di sekolah memungkinkan pengawasan yang lebih efektif, sehingga keselamatan siswa dapat lebih terjamin.
Untuk menyeimbangkan kedua pandangan tersebut, beberapa solusi dapat dipertimbangkan. Pertama, mengadakan kegiatan edukatif di dalam kota yang tetap memberikan pengalaman belajar tanpa risiko perjalanan jauh. Kunjungan ke tempat bersejarah, museum, atau pabrik lokal dapat menjadi alternatif yang menarik dan edukatif.
Kedua, meningkatkan koordinasi antara sekolah dan dinas pendidikan untuk memastikan setiap kegiatan luar sekolah memenuhi standar keselamatan yang ketat. Pengawasan yang lebih ketat dan persyaratan yang jelas mengenai transportasi dan akomodasi dapat menjadi langkah pencegahan yang efektif.
Ketiga, memberikan opsi kepada orang tua untuk memilih apakah anaknya ingin mengikuti kegiatan study tour atau tidak, tanpa paksaan. Transparansi biaya dan partisipasi sukarela dapat membantu mengurangi beban finansial bagi orang tua.
Kebijakan larangan study tour ke luar kota ini diambil dengan pertimbangan keselamatan dan finansial yang matang. Namun, penting untuk menyeimbangkan perlindungan terhadap siswa dengan memberikan mereka pengalaman belajar yang kaya. Dengan solusi yang tepat, tujuan meningkatkan minat belajar siswa dan mengimplementasikan kebijakan pendidikan yang aman dan inklusif dapat tercapai.
Salah satu cara untuk mencapai keseimbangan ini adalah dengan mengadakan kegiatan edukatif di dalam lingkungan sekolah atau di lokasi-lokasi terdekat yang masih memberikan nilai pendidikan tinggi.