Lihat ke Halaman Asli

Egip Satria Eka Putra

Mahasiswa S2 Ilmu Hukum Universitas Andalas. Padang

Dilema Sertipikat Tanah Elektronik

Diperbarui: 15 September 2022   09:03

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Kemajuan teknologi informasi dan komunikasi dengan munculnya komputer dan internet telah mendorong terjadinya inovasi besar-besaran berupa komputerisasi dan digitalisasi pada setiap asepek kehidupan dan pengelolaan pemerintahan. Salah satu yang juga ikut terdampak adalah dalam proses pendaftaran tanah. Dimana proses pendaftaran di Indonesia direncanakan akan menggunakan sistem digital berupa sertipikat elektronik.

Hal ini dibuktikan dengan Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) pada tahun 2021 yang lalu telah menerbitkan Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/ Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2021 Tentang Sertifikat Elektronik. Wujud dengan diterbitkannya Permen ATR/BPN No. 1 Tahun 2021 ini, pemerintah akan segera memberlakukan aturan baru terkait kepemilikan tanah. Sertifikat fisik sebagai bukti kepemilikan tanah akan diganti dengan sertifikat elektronik.

Keberadaan Permen ATR/BPN No.1 Tahun 2021 tersebut kemudian menjadi polemik. Masyarakat dibuat gelisah, resah dan dilema, karena belum lama masyarakat telah menerima jutaan sertipikat tanah (analog) melalui program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL), tiba-tiba masyarakat diminta untuk menukar dengan yang sertipikat elektronik. Seolah-olah kebijakan yang dibuat pemerintah kontradiktif, tidak direncanakan dengan baik dan sistematis.

Dilansir dari detik.com, pada Sabtu, 6 Februari 2021, alasan pemerintah membuat kebijakan sertifikat tanah elektronik ini sebagai bentuk upaya untuk untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan administrasi dan kegiatan pelayanan di bidang agraria/tata ruang dan pertanahan, secara bertahap dokumen perlu disimpan dan disajikan secara elektronik dengan menyesuaikan perkembangan hukum, teknologi informasi dan kebutuhan masyarakat.

Menurut analisa penulis, kebijakan sertipikat tanah elektronik ini justru menimbulkan suasana dilematis baik bagi masyarakat maupun daru pihak pemerintah itu sendiri. Dari masyarakat sendiri sekarang justru merasa khawatir dengan program sertipikat tanah elektronik ini. Timbul rasa ragu dan enggan bagi masyarakat untuk mengikuti digitalisasi sertifikat tanah. Bagi pemerintah penulis liat juga timbul rasa ragu dan was-was sebab pemerintah tentunya sangat memahami kelemahan dan tantangan jika sertipikat tanah elektronik ini diterapkan.

Penulis menilai, timbulnya dilema dari sertipikat tanah elektronik ini dikarenakan sertipikat tanah elektronik ini memiliki kelebihan dan kekurangan. Ada beberapa kelebihan dan kelemahan dari sertipikat tanah elektronik ini yang harus jadi bahan pertimbangan bagi pemerintah. Kelebihan dari sertipikat tanah elektronik ini adalah sebagai berikut: Pertama, Sertipikat tanah elektronik kemungkinan kehilangan atau rusak akibat bencana alam tidak dapat terjadi.

Masyarakat Indonesia yang biasanya menyimpan segala dokumen penting berbentuk sertifikat tanah atau rumah biasa disimpan di suatu lemari khusus atau brankas khusus untuk menyimpannya, namun masih saja hal tersebut dapat menyebabkan dokumen yang tersimpan ketika termakan oleh waktu akan semakin terkikis dan massa kertas pun akan mulai kusam. Apalagi jika adanya bencana alam banjir,longsor, dll.

Hadirnya penerbitan sertifikat elektronik justru akan memudahkan para pemilik sertifikat tidak khawatir dan tidak takut apabila terjadi bencana alam atau dari waktu ke waktu, karena dokumen bersifat digital yang dapat dibuka kapan saja dan di mana saja.

Kedua, Proses pendaftaran dan pembuatan sertipikat tanah elektronik lebih cepat dan efisien. Pendaftaran penerbitan sertifikat tanah yang selama ini menggunakan sistem analog atau manual terbilang lama dan kurang efisien. Maka dengan sertipikat elektronik membuat proses tersebut akan lebih ringkas dan efisien. Dan kelebihan lainnya bahwa sistem sertipikat tanah elektronik juga akan mengurangi pungli dan mengantisipasi adanya kepemilikan sertifikat ganda.

Sertipikat tanah elektronik juga memiliki banyak kekurangan dan kelemahan. Hal ini yang kemudian menjadi dilema dan ketakutan tersendiri bagi masyarakat. menurut penulis, sertifikat tanah elektronik memiliki dua kelemahan yakni dari sisi yuridis dan teknis. Kelemahan dari aspek yuridis. Ada dua persoalan sertipikat tanah elektronik ini jika dikaji dari aspek hukumnya.

Pertama, menurut penulis penerbitan Permen no.1 Tahun 2021 tentang Sertipikat Elektronik ini melanggar aturan yang lebih tinggi, yakni PP Nomor 24 Tahun 1997 terkait Pendaftaran Tanah, PP Nomor 40 Tahun 1996 terkait HGU, HGB dan Hak Pakai, serta UU Nomor 5 Tahun 1960 terkait Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria. Maka dari itu pemerintah seharusnya terlebih merevisi Pasal 1 PP Pendaftaran Tanah, termasuk juga soal surat ukur, buku tanah dan sertifikat serta pada pasal 7 pada PP Nomor 40 Tahun 1996 terkait HGU agar Permen sertipikat elektronik ini memiliki paying hukum.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline