Perkembangan ekonomi islam mengalami pertumbuhan yang cukup menarik akhir-akhir ini, -yang identik dengan munculnya lembaga- lembaga keuangan syariah di indonesia. pengembangan perbankan syariah di indonesia juga tidak lepas dari pengembangan Pasar domestik, dengan melihat Jumlah penduduk yang cukup besar (lebih dari 200 juta jiwa) dan sumberdaya alam --yang melimpah, serta mayoritas penduduk beragama islam. Aspek Socio- cultrul juga dipandang sejalan dengan nilai-nilai yang terkandung dalam sistem ekonomi dan keuangan syariah, gotong royong dalam berbagi hasil. (Siswanto,2012 : 8) Hal tersebut memberikan gambaran bahwa antara lembaga keuangan syariah dengan pedesaan memiliki sinergitas dalam aspek peningkatan kesejahteraan ekonomi masyarakat pedesaan. Yang mana, LKS menjadi kreditur bagi pertumbuhan UKM (toko klontong, budidaya ikan, ternak hewan, pupuk kompos dan lain sebagainya), dan KUD (Koperasi Unit Desa).
Disparitas ekonomi dan gini ratio antara yang miskin dan kaya di desa cukup jauh. Namun gap tersebut dapat dimanfakan untuk proses pembangunan ekonomi desa, -yang mana sebagian memiliki harta berupa barang sebagian memiliki harta uang. Dengan adanya dua kelompok itu, Lembaga Keuangan Syariah perlu memposisikan sebagai mediator antara masyarakat yang memiliki barang dan -yang memiliki uang. Dalam menciptakan keharmonisan antara masyarakat desa dengan lembaga keuangan syariah melalui akad Musyarakah ( kongsi )
Badan pusat statistik Berdasarkan profil kemiskinan, walaupun dari sisi jumlah kemiskinan di perdesaan menurun, namun secara persentase penduduk miskin meningkat. Menurut data BPS jumlah penduduk miskin di Indonesia terus bertahan, atau bahkan cenderung meningkat. Penduduk miskin adalah mereka yang berpendapatan Rp 364,527 per kapita per bulan untuk perkotaan atau Rp 343,646 di pedesaan. Dengan ukuran ini, jumlah orang miskin di Indonesia (BPS, Maret 2015) mencapai 28,59 juta orang (11,22 persen). Angka ini bertambah 0,86 juta dibandingkan keadaan September 2014 sebanyak 27,73 juta jiwa (10,96 persen). Jelas penduduk miskin tidak hanya terdapat di desa, tetapi juga di perkotaan. Persentase penduduk miskin di wilayah urban sampai September 2014 adalah 8,16 persen. Angka ini naik menjadi 8,29 persen pada Maret 2015. Dalam periode ini penduduk miskin di wilayah urban naik 0,26 juta jiwa---dari 10,36 juta menjadi 10,65 juta. Kenaikan penduduk miskin juga terjadi di pedesaan. Antara September 2014 sampai Maret 2015 terjadi kenaikan dari 13,76 persen menjadi 14,21 persen; atau naik sebanyak 0,57 juta orang---dari 17,37 juta menjadi 17,94 juta jiwa. Bulan September (2016), jumlah penduduk miskin (penduduk dengan pengeluaran per kapita per bulan di bawah Garis Kemiskinan) di Indonesia mencapai 27,76 juta orang (10,70 persen), berkurang sebesar 0,25 juta orang dibandingkan dengan kondisi Maret 2016 yang sebesar 28,01 juta orang (10,86 persen). Persentase penduduk miskin di daerah perkotaan pada Maret 2016 sebesar 7,79 persen, turun menjadi 7,73 persen pada September 2016. (www.Bps.go.id) Data tersebut menggambarkan bahwa LKS dan Pedesaan memiliki korelasi yang fundamental, namun keduanya masih kontraproduktif saat ini, sehingga perlu ada dibangun hubungan yang harmonis dengan menggunakan pendekatan socio-cultrul.
Karakteristik Pedesaan dalam Aspek Ekonomi
Pedesaan merupakan bentuk pemerintahan terkecil di negeri ini, yang dipimpin oleh seorang kepala desa. Dan desa adalah suatu masyarakat para petani yang mencukupi hidup sendiri (swasembada). (Boeke, 1983:16) Secara keseluruhan, karakter ekonomi di desa diindikasikan oleh terbatasnya infrastruktur ekonomi, sedikitnya kesempatan kerja diluar pertanian (non-farm), jauh dari pasar (Yustika, 2003:27), dan kondisi sumber daya alam (SDA). Sebagaimana yang dilansir dalam berita ekonomi, kini minat masyarakat untuk bertani mengalami penurunan. (www.repubilka.com) sehingga perlu adanya dukungan modal dan moral dari lembaga keuangan syariah, agar minat kerja tersebut mengalami kenaikan.
Memiliki kuantitas yang terbatas di daerah tertinggal. Realitas yang serba kurang tersebut menyebabkan akses masyarakat terhadap upaya pemenuhan kebutuhan hidup yang ideal juga terbatas. Kenyataan itu pula yang menyebabkan aktivitas ekonomi di desa tidak dapat berkembang pesat. Dapat dilihat dari beberapa desa memang tidak memiliki SDA yang memadai, sehingga modal dasar untuk pembangunan ekonomi di daerah bersangkutan juga tidak cukup memadai. Namun, di beberapa desa lain justru SDA yang ada begitu melimpah. Fakta terakhir inilah yang menjadi ironi akan desa yang kaya tetapi masyarakatnya miskin. Secara umum, pemanfaatan SDA yang tidak maksimal ini disebabkan oleh ketiadaan biaya pemerintahan daerah dalam menggali potensi ekonomi itu. (Yustika, Ahmad Erani dan Rukavina Baks, 2012 : 9-10) Dalam hal ini, tentu masyarakat di desa membutuhkan dukungan materill untuk mengembangkan usaha kecilnya untuk tetap hidup. Sehingga lembaga keuangan syariah yang berlatarbelakang maslahal lil ummah (kemaslahatan umat) memiliki peran penting untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat pedesaan, baik dalam asfek funding (penghimpunan) maupun landing (penyaluran) dana yang ada di suatu desa. Lembaga keuangan syariah menjadi intermediasi antara orang yang memiliki harta dan orang yang hanya memiliki tenaga. Agar optimalnya potensi ekonomi di desa, penulis menjadikan lembaga keuangan syariah sebagai mitra usaha untuk masyarakat.
Industrialisasi Pedesaan
Salah satu kelemahan konsep pembangunan dan pemberdayaan masyarakat desa adalah tidak berbasis partisipasi. Artinya, masyarakat miskin yang kerap di jadikan sasaran pembangunan jarang diikutsertakan dalam pengambilan keputusan. (ibid: 12) Impilikasinya, masyarakat desa enggan melaksanakan konsep tesebut. Hal ini dikarenakan konsep pembangunan tidak sesuai, bahkan bertentangan dengan keinginan individu maupun adat istiadat masyarkat setempat. Sehingga perlu adanya rekontruksi pembangunan pedesaan dengan mengoptimalkan lembaga keuangan syariah sebagai intermediasi dalam proses perekonomian di pedesaan.
lembaga keuangan syariah yang berdimensi sosial tentu akan menumbuhkan kepercayaan masyarakat untuk menyimpan harta dan meminjam dana di lembaga keuangan syariah. sebagaimana yang telah dipaparkan di atas, akad musyarkah berusaha menciptakan kepercayaan masyarakat, menghidupkan usaha masyarakat di desa dan memperlancar mobilisasi perekonomian di desa. dengan adanya konsep tersebut perkembangan lembaga keuangan syariah akan lebih terasa efeknya oleh masyarakat miskin di desa dan menjadi solusi terhadap ketimpangan ekonomi di desa. Dalam hal ini setidaknya lembaga keuangan syariah perlu memulai dari lima tahap dalam proses pembangunan desa. Pertama, penganekaragaman produksi barang dan jasa agar terjadi barter/transaksi antar penduduk di desa tersebut. (Ibid:12) Lembaga keuangan Syariah menjadi perantara untuk mempertemukan produsen barang dan konsumen barang. Kedua, penciptaan dan penguatan pasar. Munculnya berbagai variasi atas produksi di suatu daerah tidak akan bermakna tatkala tidak dapat diserap oleh pasar. (Ibid:13) Lembaga keuangan syariah mengajak pedagang pasar untuk bermitra dengannya, bisa berupa akad musyarakah (kongsi) Ketiga, penciptaan usaha pengolahan, dalam realitas empiris seringkali nilai tambah atas suatu produk di suatu daerah yang tidak segera muncul karena diperdagangkan dalam bentuk bahan baku. (Ibid:14) Lembaga keuangan syariah juga bekerjasama dengan KUD agara mobilisasi bahan baku tersalurkan dengan baik ke pasar Keempat, penguatan peranan organisasi desa, baik yang bersifat formal maupun informal. Kelima, pembangunan infrastruktur, infrastruktur memang sangat penting, tapi harus dibangun setelah situasi ekonomi di suatu tempat telah mapan. (Ibid:16-17)
Seperti yang di paparkan diatas, Lembaga keuangan syariah memiliki setidaknya lima tahap dalam mensejahterkan masyarakat di desa. Oleh sebab itu, perul adanya konsistensi dari lembaga keuangan syariah itu sendiri. Bahwa tujuan dari lahirnya lembaga keuangan syariah untuk ke-maslahatan umat dan meminimalisir ke-mudharatan umat.