Lihat ke Halaman Asli

Egi Sukma Baihaki

Blogger|Aktivis|Peneliti|Penulis

Para Penyair: Kontribusinya dalam Mendirikan Indonesia

Diperbarui: 30 Juli 2019   10:52

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Suasana Diskusi Buku. (Dokpri)

Bangsa Indonesia adalah gudangnya para penyair. Perjalanan peradaban bangsa ini tidak lepas dari syair dan peran para penyair. Kemampuan masyarakat Indonesia dalam bersyair seakan sudah mendarah daging dan turun-temurun. Pernyataan tersebut tepat jika melihat bagaimana perkembangan syair dan keberadaan para penyair di Indonesia. 

Masyarakat Nusantara tentu sudah tidak asing lagi dengan peninggalan peradaban masa lalu berupa ungkapan pribahasa-pribahasa misalnya saja “ ada udang di balik batu”; jampi-jampi, mantra atau doa yang diwariskan oleh para leluhur, syair-syair dalam naskah-naskah kuna, pupujian sebagai bentuk ekspresi rasa syukur akan keindahan alam atau kerinduan kepada Tuhan, lagu-lagu, puisi, pantun dan masih banyak lagi yang bisa menjadi bukti bahwa sudah sejak lama syair berkembang di Nusantara.

Beberapa dari yang disebutkan di atas hingga kini masih dilestarikan dan dapat dijumpai jika kita berkunjung ke beberapa tempat di Indonesia. Di masyarakat Betawi misalnya saja dalam upacara pernikahan masih bisa dijumpai upacara atau kesenian “palang pintu” sebuah tradisi yang berisikan saling adu berbalas pantun sebelum kedua mempelai melangsungkan pernikahan.

Tanpa disadari, peradaban syair memiliki andil yang besar dalam  membentuk sejarah bangsa ini. Ada banyak sosok penyair dari berbagai angkatan yang memiliki karya yang luar biasa dan berpengaruh. 

Nama seperti Hamzah Fansuri dengan karyanya “Syair Perahu” yang berisikan ajaran atau nilai-nilai Tasawuf; Raja Ali Haji memalui karya monumentalnya “Gurindam Dua Belas”; Chairul Anwar melalui puisi-puisinya yang masih selalu dibacakan dalam pentas-pentas dan event penting bahkan banyak dihafal oleh anak-anak muda, dan masih banyak lagi.

Dalam kegiatan “Talkshow dan Diskusi Buku “ Apa dan Siapa Penyair Indonesia” di Auditorium Lt. 2 Perpustakaan Nasional, tanggal 27 Juli 2019, Maman S Mahayana memberikan pernyataan bahwa negeri ini ada karena para penyair. Ia menjelaskan bahwa jika melihat sejarah awal peradaban bangsa ini dimulai,  pada dasarnya masyarakat Nusantara adalah penyair. 

Buktinya adalah dengan banyaknya puisi-puisi lama atau bidal yang bertebaran dan masih dikenal hingga sekarang. Puisi-puisi itu meski sederhana tetapi  mengandung metafora-metafora  misalnya "air tenang menghanyutkan". Bidal atau peribahasa Melayu biasanya berhubungan dengan alam seperti hewan dan tumbuhan. Metafora yang digunakan dalam puisi-puisi atau peribahasa terus berkembang sesuai dengan zamannya. 

Di seluruh wilayah Nusantara ada banyak jampi-jampi , dan puisi-puisi. Problemnya,  oleh sebagian orang kekayaan Nusantara berupa bidal, jampi, mantra atau puisi lama tidak dimasukkan dalam perkembangan syair di Indonesia, tapi dianggap sebagai sesuatu yang tradisional dan bukan puisi. 

Maman juga menjelaskan bahwa di Nusantara banyak ditemukan aksara-aksara dan itu menjadi bukti bahwa bangsa ini sudah beraksara jauh sebelum kedatangan Eropa. 

Contoh dari peran para penyair dalam sejarah peradaban bangsa Indonesia dapat ditemui dari beberapa tokoh : sosok Hamzah Fansuri adalah orang yang pertama kali memperkenalkan aksara Jawi dan orang pertama yang menempatkan bahasa Melayu sebagai bahasa ilmu pengetahuan. 

Pada masanya, sudah berkembang bahasa Arab dan Persia, namun karena sulit dipahami oleh masyarakat, alasan ini yang membuat Hamzah Fansuri dalam karyanya menggunakan bahasa Melayu dan aksara Jawi

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline