Lihat ke Halaman Asli

Tips implementasi "Go Green" di rumah

Diperbarui: 26 Juni 2015   11:47

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hobi. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Beberapa hari ini di Lapangan Parkir Timur Senayan Jakarta sedang berlangsung Green Festival. Banyak topik yang dikedepankan terkait memelihara lingkungan. Sepertri biasa kesadaran untuk mengelola sampah selalu jadi bagian dari kegiatan seperti ini.

 

Masyarakat memang butuh edukasi. Mereka harus juga bertanggung jawab atas sampah yang diihasilkan dari kegiatan domestic mereka juga.

 

Bicara soal membuang sampah, kecenderungannya (dan ini masih terjadi juga di sebagian negara-negara maju) masyarakat hanya paham bahwa sampah itu, it is not in my backyard. Jadi lempar aja keluar backyard (halaman rumah) kita, dan selesai  urusan. Sebagian masyarakat belum paham (atau pura-pura tidak paham) bahwa urusan sampah ini panjang dampaknya

 

Saya sendiri punya pengalaman menarik. Awalnya di depan rumah saya, saya buatkan tempat sampah bak beton dengan volume 1 meter kubik. Saya mencoba untuk rajin membakar sampah (sebenernya ini konsep yang salah karena membakar sampah berkontribusi pada pemanasan global juga). Tetapi waktu itu saya pikir sementara okey lah karena tukang sampah juga kewalahan dan suka absen mengangkut sampah di lingkungan kami. Sebetulnya bukan kewalahan, tapi tidak mau kerja kalo tidak dikasih uang rokok padahal mereka sudah dibayar sesuai kesepakatan oleh Pak RW dari iuran warga yang selalu dilaporkan pertangungjawabannya. Ampun….…korupsi merusak tatanan kehidupan!!.

 

Ternyata selain saya sendiri yang membuang sampah pada tempat sampah saya, banyak juga orang lewat atau pedagang yang buang sampah ke bak sampah saya……hhmm. belakangan jumlah yang dibuang sudah lebih dari normal. Kalau begini ceritanya, masyarakan perlu juga diedukasi. Jadi belakangan saya suruh tukang batu untuk membongkar bak sampah saya di depan pagar halaman rumah saya tersebut. Jadi di depan rumah (diluar pagar) tidak ada lagi tempat sampah. Kemudian saya membuat lubang di halaman rumah saya (IN MY BACKYARD) untuk mengelola sampah rumah saya sendiri. Nah……begitu saya pindah ke dalam halaman, selain bisa mengedukasi orang lain, saya malah berhasil mengedukasi diri saya sendiri, karena belakangan saya sadar banyak juga sampah yang dihasilkan dari rumah saya, dan ini berkontribusi terhadap perusakan bumi!

 

Jadi…sejak saat itu saya membenahi …he..he……keren ini kata-katanya……manajemen sampah rumah saya sendiri. Begini caranya:

1.      Kalo belanja kewarung hampir lebih sering menolak dikasih kantong plastik…sebenernya perilaku ini sudah dimulai waktu saya tinggal di Canberra…disana kalau belanja pasti ditanya sama SPGnya:”Ibu mau pake kantong plastik?”Nah…. kalau perlu baru dikasih…kalo engga ya engga (kebanyakan engga karena kalau jumlah barang belanjaan sedikit maka bisa langsung dimasukan ke tas kita, kalo banyak kita pada bawa kantong GO GREEN sendiri). Jadi REDUCE nya bisa diimplementasikan (bagian dari REDUCE, REUSE, AND RECYCLE)

2.      Hampir setiap hari saya mengingatkan pembantu untuk bawa kantong plastik sendiri kalau ke warung…..ho..ho….(REUSE). Pembantu saya yang sekarang malah canggih…dia bilang rumah itu harusnya 50 % saja menggunakan tanah (maksudnya mengokupasi luas tanah)…selebihnya dibiarkan tanah.

3.      Sampah kering (kertas, plastik, kaleng) dimasukin ke bak sampah (berupa ember besar terbuat dari plastik yang mudah diangkat dan dipindahkan sampahnya ke gerobak mini pengangkut sampah). Pengelola sampah komunitas MITRAN rutin mengangkat sampah ini tiap hari. Jadi pengelola sampah yang akan me RECYCLE. Kalau sudah diangkat, bak sampahnya kami masukan lagi ke dalam halaman rumah. Jadi diletakkan kembali di dalam halaman rumah. Lagi-lagi saya tidak membiarkan ember sampahnya di luar pagar halaman karena niatnya memang untuk mengedukasi masyarakat agar berpikir bagaimana jika tidak ada tempat sampah. Public Education itulah misinya.

4.      Sampah organic dimasukin ke lubang BIOPORI. Saya sekarang sudah punya sekitar 10 lubang biopori yang cukup efektif (rencananya mau bikin 30 lubang) di halaman rumah saya. Kalau satu lubang sudah penuh, kita buang ke lubang yang kedua, dst…sampai dengan yang ke 30. Nanti pada saat lubang yang ke 30 penuh, maka sampah yg di lubang ke 1 sdh menjadi kompos, dan siap diangkat untuk di jadiikan pupuk. Lubang akan dikosongkan dan siap diisi sampah organic lagi. Pengalaman saya dengan lubang biopori, peresapan air ke tanah menjadi SANGAT EFEKTIF. Lubangnya berdiameter 15 – 20 cm, dengan kedalaman 1 – 1,5 M. Bagaimana cara membuatnya? Caranya dengan menggunakan Bor Biopori, yang dapat dibeli di Institut Pertanian Bogor (IPB). Tinggal pesan lewat telephone, transfer uangnya, sekitar 3 hari akan dikirim ke rumah kita. Harganya Rp 175.000,- (sudah termasuk ongkos kirim ). Dipasaran ada juga yang lebih murah, namun saya lebih suka membeli yang dari IPB. Gambar bor biopori & Lubang Bioporinya bisa dilihat pada photo yang saya sertakan pada tulisan ini.

Bor Biopori

 

 

5.      Sampah dedaunan yang jatuh dari pohon tidak mungkin ditampung di lubang biopori karena daunnya lebar-lebar dan jumlahnya cukup banyak. Jadi sampah dedaunan saya masukan ke lubang di tanah yang digali dengan ukuran yang lebih besar. Kalau sampahnya menggunung (biasanya terjadi kalau tukang kebun membersihkan halaman rumah sebulan sekali karena rumput dipotong, pohon dirapihkan, dll, maka tukang kebun akan mengangkat kompos yang berasal dari sampah dedaunan tersebut ke kebun-kebun tetangga yang membutuhkan kompos untuk tanamannya. Jadi bak galian sampah saya kosong lagi.

 

Nah dari pengalaman diatas, bahkan akhirnya saya bisa mengedukasi diri saya sendiri dan keluarga. Bahkan belakangan yang terbentuk adalah HABIT untuk secara sadar mengelola sampah rumah kita sendiri. Bayangkan habit anak-anak dan pembantu rumah tangga dibentuk dari RULES yg ciptakan di rumah.

 

Jika tidak dengan cara pandang yg benar bahwa mengelola sampah itu penting untuk kelangsungan bumi dan kehidupan, mana mau pembantu repot memisahkan sampah organic dan non organic waktu mencuci piring, memotong sayuran, dll.

 

Lalu buat apa pula saya repot-repot menulis panjang-panjang seperti ini? He…he…..ini bagian dari sharing pengalaman dan pengamalan ilmu. Kalau bermanfaat, jadilah program edukasi yg bermanfaat buat semua…..begitu…

Mata Bor Biopori

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline