[caption caption="Anies Baswedan / Anisebaswedan.com"][/caption]Anies Baswedan lewat kebijakan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan berencana memberikan semacam dana beasiswa bagi para penulis, dana tersebut untuk meningkatkan kualitas karya sastra, membantu penulis untuk menghasilkan karya juga memberikan kemudahan bagi penulis untuk menerjemahkan ke bahasa asing.
Dana tersebut salah satunya dalam bentuk residensi, agar penulis lebih berkonsentrasi. Berikut petikan wawancaranya yang dimuat di media online.
“…Sastrawan kita potensinya dahsyat. Sekarang kami bikin program pengiriman sastrawan ke tempat-tempat mereka bisa berkonsentrasi untuk berkarya. Bukan untuk mengisolasi diri, melainkan ke tempat yang bisa merangsang mereka untuk kreatif, termasuk melakukan riset. Sifatnya seperti beasiswa. Mereka melamar dan dibiayai hidupnya. Bisa 3 bulan, 6 bulan, atau 9 bulan. Sedang disusun proses dan sebagainya. Anggarannya sudah dialokasikan”
Kebijakan ini banyak dipuji oleh pengguna social media Twitter, salah satunya sastrawan Goenawan Mohamad, @gm_gm menilai rencana Anies Baswedan ini merupakan terobosan yang akan dicatat sejarah.
[caption caption="Cuitan Goenawan Mohamad di Twitter / Twitter.com"]
[/caption]Sujiwo Tejo pun menyambut baik hal ini lewat akun Twitter-nya @sudjiwotedjo akan tetapi perlu pengawasaan dan kehati-hatian agar dana tersebut bisa distribusikan kepada berbagai penulis yang berpotensi dengan selera, dan warna yang berbeda-beda, jangan pada satu kelompok penulis tertentu.
[caption caption="Cuitan Sujiwo Tejo di Twitter / Twitter.com"]
[/caption]Mengenai bagaimana dan siapa penulis yang akan didanai oleh pemerintah, Anies akan menunjuk tim kurasi secara independen, namanya Komite Buku Nasional. Pembentukan Komite Buku Nasional sendiri sudah dibentuk sejak Indonesia menjadi Tamu Kehormatan Frankfurt Book Fair (FBF) 2015, tugasnya saat itu mengkurasi buku fiksi dan nonfiksi yang diterjemahkan dan dipamerkan pada acara tersebut. Berapa dana yang akan diterima tiap penulis berbeda-beda, yang penting menurut Anies, penulis bisa berkonsentrasi, tidak khawatir dengan biaya hidup.
Menurut saya ini merupakan kabar yang baik, sudah saatnya pemerintah membantu produktivitas penulis terutama dalam hal subsidi penerjemahan buku ke dalam bahasa asing. Jika dilihat dari data IKAPI pada tahun 2014, Indonesia tercatat menerbitkan 44.327 buku dari segi kuantitas jumlah ini cukup mengagumkan, akan tetapi jika dibandingkan dengan India pada tahun 2013 saja sudah menerbitkan 90.000 buku.
Bagaimana menurut penulis di sini, apakah kebijakan ini akan meningkatkan budaya literasi di Indonesia, tidak hanya meningkatkan kuantitas buku, tetapi kualitasnya? Atau hanya akan menambah peluang kolusi dan pemborosan anggaran?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H