Lihat ke Halaman Asli

Eugenius Ervan Sardono

Jangan mempermainkan Tuhan

Kenapa Malu?

Diperbarui: 18 Juni 2015   04:30

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

KENAPA MALU?

Oleh : Eugenius Sardono

Judul tulisan ini dimulai dengan pertanyaan, kenapa malu? Ada sesuatu membuat orang malu. Rasa malu adalah sesuatu hal yang normal nan wajar alias biasa. Rasa malu ada dalam diri setiap insan. Namun budaya malu sering dijumpai dalam hidup setiap hari. Perasaan ini muncul tatkala orang menganggap ada nilai moral yang menghantuinya. Malu kadang tak wajar. Orang malu kalau berbicara tentangcelana dalam. Ketika di pasar pun orang canggung dan malu menawarkan celana dalam. Sederhana saja, apalagi kalau banyak orang yang melihat terutama lawan jenis. Celana dalam padahal membungkus mahkota kehidupan setiap orang. Keduanya berperan penting.

Mahkota adalah simbol kepribadian dan harga diri. Untuk membungkus harga diri orang mesti malu. Itulah sebuah ironi. Harus diakui itu memang sebuah “budaya aneh” tetapi menyata dalam hidup harian. Tubuh adalah sebuah pemberian dan mulia di hadapan sang pemberi. Barang-barang untuk membungkus tubuh itu menjadikan tubuh sebuah misteri. Karena kalau tidak, tak ada yang diistimewakan lagi. Budaya ini kental dalam hidup kita. Aku pun merasakan itu. Maka aku berani merefleksikan ada apa di balik semuanya itu? Dalam permainan bola kaki orang selalu diberi hadiah atau trofi sebagai simbol penghargaan. Pantaslah kalau manusia menerima penghargaan atas tubuhnya. Tubuh itu membuatnya unik dan istimewa.

Berbarengan dengan hal itu, muncul sebuah nada imperatif : hargailah tubuhmu. Itu adalah sebuah pemberian atau hadiah, maka (celana dalam) adalah atribut untuk menghiasi substansi yang adalah tubuh itu sendiri. Atribut itu justru membuat tubuh kita kelihatan indah dan dihormati. Kalau tidak itu akan menjadi sebuah “show” besar-besaran. Bayangkan saja kalau kita semua telanjang. Ada premis yang muncul : pertama, orang merasa itu adalah sebuah kebebasan. Bahwa tak ada misteri lagi tubuh itu. Kedua, kemungkinan orang merasa jijik. Adanya nirpenghargaan satu sama lain.

Nah,,,,budaya malu memang penting. Tetapi rasa malu yang bagaimana dulu? Budaya malu seperti di atas adalah sebuah hambatan bagi orang untuk ke luar dari kemandegan alam pikirannya. Masihkah orang merasa malu dengan semuanya itu?




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline