1. kondisi sosial-budaya dapat mempengaruhi perilaku ruang dan proses pengambilan keputusan seseorang atau satu komunitas
Kondisi sosial-budaya memainkan peranan penting dalam membentuk perilaku ruang dan proses pengambilan keputusan karena lingkungan budaya dan sosial di sekitar individu mempengaruhi cara berpikir, memahami ruang, dan bertindak. Dua teori utama yang menjelaskan fenomena ini adalah Model of Human Development dari Bronfenbrenner dan Teori Perkembangan Kognitif dari Jean Piaget.
Model of Human Development – Bronfenbrenner
Menurut Bronfenbrenner, perkembangan individu terjadi dalam konteks lingkungan yang berlapis-lapis. Setiap lapisan, mulai dari mikrosistem hingga makrosistem, mempengaruhi perilaku dan keputusan individu dalam ruang tertentu (Bronfenbrenner & Ceci, 1994).
- Mikrosistem: Lingkungan terdekat seperti keluarga dan teman.
- Mesosistem: Interaksi antara mikrosistem, misalnya antara keluarga dan sekolah.
- Eksosistem: Lingkungan eksternal yang mempengaruhi individu secara tidak langsung, seperti kebijakan pemerintah atau pekerjaan orang tua.
- Makrosistem: Budaya, nilai, dan norma dalam masyarakat yang membentuk pola pikir individu.
- Kronosistem: Faktor waktu dan perubahan sosial yang mempengaruhi individu dan komunitas sepanjang kehidupan mereka.
Teori Perkembangan Kognitif – Jean Piaget
Jean Piaget mengemukakan bahwa perkembangan kognitif individu terbagi dalam empat tahap, yakni sensorimotor, pra-operasional, operasional konkret, dan operasional formal. Setiap tahap mencerminkan kemampuan anak untuk memahami dunia sekitarnya dan membuat keputusan berdasarkan pengetahuan dan pengalaman yang diperoleh (Piaget, 1954).
- Pada tahap sensorimotor, mulai memahami ruang melalui interaksi langsung dengan objek.
- Pada Tahap pra-operasional, mulai mengembangkan kemampuan berbahasa dan menggunakan simbol.
- Pada tahap operasional konkret, mulai memahami konsep ruang secara logis dan mampu melakukan kegiatan yang lebih terstruktur.
- Pada tahap operasional formal, individu mampu berpikir abstrak dan mempertimbangkan berbagai kemungkinan dalam pengambilan keputusan.
Contoh : Penerapan Merdeka Belajar di Indonesia
Kebijakan Merdeka Belajar yang dicetuskan oleh Nadiem Makarim, siswa diberikan kebebasan untuk mengeksplorasi minat dan kemampuan mereka secara langsung di lingkungan sekitar. Ini memungkinkan siswa belajar tidak hanya dalam ruang kelas, tetapi juga di ruang terbuka, seperti lingkungan alam atau wilayah komunitas setempat. siswa terlibatkan interaksi aktif dengan ruang di sekitarnya. Proses ini sejalan dengan tahapan operasional konkret dalam teori Piaget, di mana siswa belajar dengan mempraktikkan langsung (Wahyuni & Setiawan, 2023). Merdeka Belajar mengedepankan penyesuaian kurikulum dengan konteks geografis / lokal, di mana guru diberikan kebebasan untuk menentukan lokasi belajar berdasarkan kebutuhan komunitas dan potensi wilayah. Misalnya, di daerah pesisir, siswa dapat diajak belajar tentang ekosistem pantai dan membuat kurikulum terkait pengelolaan lingkungan di wilayah tersebut. Keputusan ini mencerminkan konsep perilaku keruangan, di mana ruang dipilih dan digunakan secara adaptif berdasarkan potensi geografis dan sosial lokal.
Merdeka Belajar adalah contoh bagaimana perilaku keruangan dan proses pengambilan keputusan terintegrasi dalam pendidikan. Kebijakan ini memungkinkan siswa untuk belajar melalui eksplorasi ruang dan beradaptasi dengan konteks lokal. Model ekologi Bronfenbrenner menjelaskan bagaimana berbagai sistem sosial bekerja bersama untuk mendukung proses belajar siswa, sedangkan teori Piaget menekankan pentingnya pengalaman langsung dalam perkembangan kognitif. Dalam Merdeka Belajar, penggunaan ruang sebagai media pembelajaran menciptakan interaksi yang dinamis antara manusia dan lingkungannya, sekaligus mengajarkan keterampilan pengambilan keputusan berbasis konteks geografis / lokal.
2. Kajian perilaku keruangan berfokus pada dua aspek utama: yang menjelaskan bagaimana manusia memahami dan memilih ruang sesuai dengan pengalaman, kebutuhan, dan norma sosial.