1. Fase Yunani
Kemungkinan bangsa yang pertama membahas akhlak secara ilmiah adalah bangsa Yunani . Para ahli filsafat Yunani menaruh besar perhatiannya kepada soal akhlak. Saat itu terdapat kaum Sufsata , yaitu golongan ahli filsafat yang mengajar para pemuda Yunani untuk menyiapkan diri menjadi patriot-patriot yang berakhlak . Pemikiran mengenai kewajiban-kewajiban tersebut mendorong mereka untuk memikirkan pokok dan asal-usul akhlak. Mereka mencela golongan orang-orang yang memegang kukuh ajaran dan adat istiadat kuno, dimana mereka hanya mengikuti ajaran-ajaran yang terdahulu.
Kemudian Plato datang, dia menentang ajaran dan adat kuno melainkan melakukan koreksi terhadap golongan angkatan muda. Menurut pendapatnya dengan jalan ocehan dan cemoohan hakikat kebenaran itu akan tertolong. Mereka mengartikan nama "Sufsatah" yaitu "kekacauan" sehingga nama mereka menjadi jelek , padahal kadang mereka mempunyai pandangan yang lebih teliti dan lebih hebat dalam memberikan kesadaran dan kemerdekaan dari takhayul.
Socrates (469-339 SM) datang, dia mencurahkan segala perhatiannya pada soal-soal sumber perkembangan alam dan kesalahan-kesalahan langit. Menurutnya yang perlu diperhatikan ialah apa yang menjadi dasar sesuatu perbuatan dalam kehidupan manusia. Socrates berpendapat bahwa akhlak (etika) dan perilaku manusia tidak akan benar, kecuali jika diberi dasar ilmu. Socrates mempunyai paham bahwa "keutamaan itu adalah ilmu".
Pengaruh Socrates menimbulkan berbagai aliran ilmu akhlak (etika). Dua golongan atau aliran yang terpenting adalah aliran Cynics dan aliran Cyrenics. Golongan Cynics yaitu pengikut ajaran Sutiscanes (444-370 SM) ajarannya ialah Tuhan itu bersih dari kebutuhan, tidak membutuhkan apa-apa dan sebaik-baik orang itu adalah orang yang sama akhlaknya dengan akhlak Tuhan. Tokoh aliran ini ialah Deoganis. Dia mengajarkan kepada murid-muridnya supaya membuang semua kebiasaan manusia, merasa cukup dengan sedikit, rela menderita, memandang hina kepada kekayaan, menghindari kesenangan, dan tidak menghiraukan kemiskinan dan cemoohan orang, asal mereka tetap memegang "keutamaan".
Adapun golongan Cyrenics, berpendapat bahwa mencari kesenangan dan menjauhi penderitaan itu adalah tujuan hidup yang benar. Keutamaannya adalah jika kesenangan lebih besar dari pada penderitaannya. Tokohnya ialah Aristbus. Golongan ini memandang kebahagiaan itu dalam mencapai dan memperbanyak kesenangan. Golongan Epicurus dan golongan Stoics pengikut aliran Cyrenics namun berlainan dalam cara mempelajari akhlak (etika). Filosof Perancis, yaitu Gancogne (1592-1655) pengikut Epicurus yang menghidupkan ajaran-ajarannya. Kebanyakan filosof Yunani dan Romawi mengikuti aliran Stoics.
Datanglah Plato (429-347 SM) murid Socrates, dia berpendapat bahwa dibelakang alam wujud (fisik) ada alam lain yang bersifat ruhani (metafisika) dan setiap benda yang berjasad itu mempunyai gambar yang tidak berjasad di alam ruhani. Dia juga berpandapat bahwa di dalam jiwa ada berbagai kekuatan yang berlainan, dan keutamaan timbul dari keseimbangan kekuatan-kekuatan itu yang juga tunduk kepada akal. Menurut ajarannya terdapat empat pokok-pokok keutamaan yaitu kebijaksanaan, keberanian, kesucian, dan keadilan, yang manjadi syarat untuk tegak dan lurusnya bangsa-bangsa dan perseorangan.
Kemudian datang Aristo atau Aristoteles (384-322 SM) murid Plato. Dia membuat aliran baru dan pengikutnya dinamakan peripatetics. Dia berpendapat bahwa tujuan terakhir manusia adalah kebahagiaan. Cara mencapai kebahagiaan menurutnya ialah dangan mempergunakan kekuatan akal sebaik-baiknya. Aristoteles juga menciptakan teori "tengah-tengah" yaitu setiap keutamaan berada diantara dua keburukan.
Pada akhir abad III tersebarlah Agama Nasrani di Eropa, jalan pikiran orang Eropa juga berubah. Mereka menyebarkan pokok-pokok ajaran akhlak yang terdapat dalam kitab Taurat, dengan menyatakan bahwa Allah adalah sumber akhlak yang menciptakan segala kaidah dan patokan dalam perilaku yang menerangkan baik dan buruk. Kebaikan semua itu untuk mencari kerelaan Allah .
- FASE ARAB PRA ISLAM
Kehidupan baik dan kemuliaan cukup. Namun mereka juga pemarah yang luar biasa, perampok, perampas, saat mereka merasa diancam. Kehalusan perangai bangsa Arab dapat dilihat dari syair-syair mereka, Pada zaman jahiliah bangsa Arab memiliki perangai halus dan rela dalam saat contohnya syair Zuhair ibn Abi Salam yang mengatakan : "Siapa yang menempati janji tidak akan tercela, dan siapa yang membawa hatinya menuju kebaikan yang menentramkan, tidak akan ragu-ragu". Adapun Amir ibnu Dharb Al-'Adwaniy "pikiran itu tidur dan nafsu bergejolak. Sesungguhnya penyesalan itu akibat kebodohan".
Aktsam ibn Shaify juga mengatakan " jujur adalah pangkal keselamatan; dusta adalah kerusakan; kejahatan adalah kekerasan; ketelitian adalah sarana menghadapi kesulitan; kelemahan adalah penyebab kehinaan. Penyakit pikiran adalah nafsu, dan sebaik-baik perkara adalah sabar". Amr ibn al-Ahtam pernah mengatakan kepada budaknya "Sesungguhnya kikir itu merupakan perangai yang akurat lelaki pencuri; bermurahlah dalam cinta karena sesungguhnya kedudukan suci dan tinggi adalah oang yang belas kasih. Orang yang mulia akan takut mencelamu, dan bagi kebenaran memiliki jalan sendiri bagi orang-orang yang baik".