Lihat ke Halaman Asli

Ega Maulana

Seorang yang berusaha menerjemahkan pikirannya lewat tulisan.

Islam dan Demokrasi

Diperbarui: 9 Juli 2022   19:05

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Pasca Perang Dunia II demokrasi merupakan dasar dari kebanyakan negara dunia. Gelombang demokratisasi menimbulkan reaksi dari kalangan pemikiran Islam, ada yang menerima keseluruhan demokrasi, ada yang hanya menerima prinsip-prinsip dasarnya saja, kemudian ada yang dengan tegas menolak demokrasi. 

Hubungan Islam dan demokrasi sebenarnya merupakan bagian atau konsekuensi logis dari pertemuan wacana politik Islam dan wacana politik Barat. Espocito dan Piscatori memetakan wacana pemikiran politik Islam terhadap demokrasi menjadi tiga aliran; aliran yang pemikiran Islam yang menolak konsep demokrasi, aliran yang menyetujui prinsip-prinsipnya tetapi mengakui adanya perbedaan-perbedaan, dan aliran yang menerima konsep demokrasi sepenuhnya. 

Aliran pertama, beranggapan bahwa Islam tidak mempunyai kesamaan dengan demokrasi, dan menurutnya bahwa Islam dan demokrasi tidak dapat dipadukan. Beberapa ulama berpandangan seperti ini adalah Syaikh Fadillah Nuri dan Sayyid Qutb. 

Menurut Syaikh Fadillah Nuri gagasan persamaan dalam demokrasi adalah hal yang impossible dalam Islam, karena perbedaan adalah sebuah keniscayaan yang tidak dapat dihindari dan pasti terjadi. Aliran ini menjelaskan bahwa Islam dan demokrasi merupakan entitas berbeda dan saling bersebrangan, ide demokrasi sangat berbeda dengan nilai-nilai keislaman, oleh sebab itu sangat mustahil masyarakat Muslim mengadopsi sistem demokrasi sebagai sistem politiknya.

Aliran kedua, kelompok yang menyetujui prinsip-prinsip demokrasi dalam Islam tetapi mengakui adanya perbedaan. Pemikir Islam yang mewakili kelompok ini adalah Maududi di Pakistan dan Imam Khomeini di Iran. Maududi misalnya yang sangat menentang kedaulatan rakyat dalam demokrasi tetapi menyetujui adanya pembagian kekuasaan dan pemilihan umum. 

Aliran ini menjadikan Islam sebagai filter bagi ide-ide demokrasi yang tidak sesuai dengan nilai-nilai keislaman. Beberapa gagasan yang cocok dalam demokrasi masih bisa diadopsi dalam sistem politik Islam, tetapi gagasan yang bertolak belakang dengan dalil-dalil aqli dan naqli secara tegas ditolak karena bertentangan dengan syariat Islam.

Aliran ketiga, kelompok yang menerima sepenuhnya konsep demokrasi memandang bahwa sejatinya di dalam Islam sangat demokratis dan Islam menerima demokrasi sebagai sesuatu yang universal. Pemikir Islam yang termasuk aliran ini diantaranya Muhammad Husain Haikal di Mesir dan Mehdi Bazargan dari Iran. 

Aliran ini tidak menentang demokratiasai yang terjadi di negara-negara muslim, demokrasi juga dapat dijadikan sebagai sebuah konsesus yang menjadi pemersatu berbagai golongan dalam suatu negara seperti Indonesia yang mayoritas muslim tetapi menggunakan demokrasi dengan tujuan agar Negara Kesatuan Republik Indonesia menjadi Negara Kesatuan yang utuh dan mencegah konflik antar pemeluk agama terjadi.

Selanjutnya, masyarakat muslim pada umumnya ketika berhadapan dengan pandangan tentang pentingnya mendirikan Negara Islam menurut Zifirdaus Agnan ada tiga kelompok masyarakat yaitu pertama, kelompok yang memperjuangkan Islam dengan berusaha mendirikan negara Islam. 

Kedua, kelompok yang menganggap bahwa memperbesar jumlah umat Islam lebih utama, tidak berusaha mendirikan negara Islam. Ketiga, kelompok yang mengartikan masyarakat Islam sebagai perwujudan atau dipraktekkan nya nilai-nilai Islam dalam masyarakat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline