Lihat ke Halaman Asli

Sa-Dos Sa-Sen Sa-Wasta

Diperbarui: 16 Agustus 2015   16:57

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

sa-DOS sa-SEN se-Waste

Oleh : Ega Jalaludin

Bina Persaudaraan Indonesia

(untuk dibaca pemerintah dan pemilik kampus swasta, semoga tidak ada mahasiswa yang membaca artikel ini!)

 

Apakah dosen itu memang akronim?

Seorang kawan se-profesi dosen swasta pernah berkelakar: dosen swasta itu kepanjangan dari kerjaannya sa-dos, bayarannya sa-sen dan kegiatannya se-Wasta (waste=sia-sia). Atau jangan-jangan dokune sering end?, sehingga karena akronim ini bisa saja kemudian memberikan peluang kepada lembaga/instansi pendidikan swasta dalam menentukan beban kerja yang dibebankan sangat berat bahkan tidak mencerminkan dosen sebagai profesi, akan tetapi sebagai pegawai. Ini jelas menyalahi tujuan awal pembuatan UUGD”

 

Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen (UUGD) menyebutkan bahwa, yang dimaksud dengan Dosen adalah pendidik profesional dan ilmuwan dengan tugas utama mentransformasikan, mengembangkan, dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni melalui pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat.[1]

Pengertian “profesional dan ilmuwan” diatas tentu saja tidak semerta-merta tercantum begitu saja, mengingat peran dan fungsi dosen dalam peradaban pendidikan bangsa juga memiliki sumbangsih yang sangat besar. Menurut Undang-Undang Guru dan Dosen (UUGD), profesional adalah pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan oleh seseorang dan menjadi sumber penghasilan kehidupan yang memerlukan keahlian, kemahiran, atau kecakapan yang memenuhi standar mutu atau norma tertentu serta memerlukan pendidikan profesi.

Berkaitan dengan hal (sumber penghasilan) tersebut, dalam Pasal 51 UUGD mengamanatkan bahwa dalam melaksanakan tugas keprofesionalan, dosen berhak; memperoleh penghasilan di atas kebutuhan hidup minimum dan jaminan kesejahteraan sosial, mendapatkan promosi dan penghargaan sesuai dengan tugas dan prestasi kerja, memperoleh perlindungan dalam melaksanakan tugas dan hak atas kekayaan intelektual, memperoleh kesempatan untuk meningkatkan kompetensi, akses sumber belajar, informasi, sarana dan prasarana pembelajaran, serta penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, memiliki kebebasan akademik, mimbar akademik, dan otonomi keilmuan, memiliki kebebasan dalam memberikan penilaian dan menentukan kelulusan peserta didik; dan memiliki kebebasan untuk berserikat dalam organisasi profesi/organisasi profesi keilmuan.[2] Sungguh sangat ideal, menempatkan dosen yang notabenenya “guru” sebagai profesi yang sangat mulia dan mengagumkan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline