Lihat ke Halaman Asli

Ega Asnatasia Maharani

A wanderer soul

A Silver Lining dalam Pendidikan di Masa Pandemi

Diperbarui: 10 Agustus 2020   20:27

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi pembelajaran jarak jauh (Dok. Pixabay.com via Kompas.com)

Lebih dari 40 juta siswa di Indonesia terlibat dalam model pembelajaran jarak jauh (PJJ) selama pandemi covid-19. Bagi mayoritas orangtua sistem ini menimbulkan banyak masalah. Mereka kerap merasa gagal sebagai orangtua yang juga berperan sebagai guru. 

Namun demikian, perlu diingat bahwa situasi ini bukanlah kondisi "darurat akademik" sehingga tujuan pendidikan saat ini seharusnya bukan mengejar ketuntasan belajar, namun membantu anak-anak menghadapi kesulitan situasi ini dengan mengembangkan sikap resilien, penuh kesadaran, serta memiliki lebih banyak kebaikan dari diri mereka. 

Hal ini juga tertuang pada Surat Edaran Mendikbud No.4 Tahun 2020 point 2.a: ".......pembelajaran daring/jarak jauh dilaksanakan untuk memberikan pengalaman belajar yang bermakna bagi siswa, tanpa terbebani tuntutan menuntaskan selurug capaian kurikulum untuk kenaikan kelas maupun kelulusan", serta point 2.b: "Belajar dari rumah dapat difokuskan pada pendidikan kecakapan hidup antara lain mengenai pandemi Covid-19"

Tentu saja ini tugas yang tidak mudah. Bagi putra putri kita, ini adalah kesulitan berskala global yang belum pernah mereka hadapi sebelumnya sehingga menimbulkan banyak kebingungan dan ketidakpastian. 

Beradaptasi dengan pembelajaran online, minim interaksi sosial, terbatasnya area bermain memiliki konsekuensi logis munculnya berbagai problem emosi dan perilaku pada anak. 

Namun dari sudut pandang pendidikan, kondisi ini tidak sepenuhnya dipandang sebagai "kerugian". Justru ini adalah waktu yang matang bagi kita membantu anak-anak mempelajari konsep-konsep kecerdasan emosi seperti:

Kekuatan dari dalam selalu lebih kuat dari dorongan dari luar
Manusia dilahirkan dengan mata memandang keluar lalu dibesarkan dengan pemahaman pentingnya penghargaan orang lain. Ini tentu saja hal yang normal, namun tidak membantu pembentukan konsep diri positif dalam skala jangka panjang. 

Masa pandemi ini memberikan anak kesempatan untuk melihat bahwa kekuatan untuk mengatasi masalah ada pada diri mereka sendiri. Azriliya Aliya Nabila, seorang anak SD usia 7 tahun dari Kabupaten Bandung Barat beberapa waktu lalu menyumbangkan seluruh tabungannya untuk para dokter yang berjuang melawan Covid-19. 

Dorongan serupa juga dilakukan oleh Navla Syakira, peserta didik dari TK di Kabupaten Bantul yang menyumbangkan seluruh isi celengannya selama satu tahun untuk membantu warga terdampak virus corona. Melalui pengalaman ini mereka akan belajar bahwa kekuatan dalam diri adalah segala yang mereka butuhkan untuk membantu diri sendiri,- bahkan membantu orang lain.

sumber: www.thepacker.com

Segalanya bersifat sementara
Orangtua perlu membantu anak melihat gambaran besar dari situasi ini untuk meyakinkan bahwa ketidaknyamanan dan kesulitan yang mereka hadapi tidak akan berlangsung selamanya. 

Sama halnya dengan kenyamanan dan kemudahan yang mungkin selama ini diterima anak tetapi kurang dimaknai nilainya, berbagai kondisi ini akan terus datang dan pergi bergantian selama hidup. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline