Lihat ke Halaman Asli

Saya Dipanggil Om!

Diperbarui: 17 Juni 2015   23:29

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Apa ya namanya. Mungkin takut merasa menua. Sindrom galau manusia usia jangkauan seperlima hingga seperempat abad.

Hari tadi saya dan seorang kawan (sekantor, seangkatan) bertandang ke salah satu SMA. Biasalah, masalah pekerjaan. Tinjau-meninjau.

Berniat wudhu untuk shalat zuhur di mushalla sekolah ybs, tiba-tiba saya merasa kepingin pipis. Di tempat wudhu, saya bertanya kepada seorang siswa yang tetiba tampak.

Saya : "Dek, WC-nya dimana ya?"
Siswa : "Oh, di sanaom. Gedung sana ituom. Pas di tengahnya ituom."
Saya : "Oh, iya. Jauh ya, haha."
Kawan saya : "Bwakakakakakakaakaka"

Saya dipanggilom. Tiga kali. Sakitnya tuh di sini.

Di usiaku ini,twenty fourth of my age, saya masih merasa belia laksana mahasiswa yang baru setahun-dua menjalani kuliah. Masih (memaksakan diri) berbangga hati menjadiabang-abang mahasiswa ganteng. Padahal kenyataannya sudah tiga tahun yang lampau saya diwisuda.

Kawan-kawan seangkatan di kantor, di media sosial, dimana-mana sepertinya kena sindrom yang sama. Tak sudi dipanggil om. Panggil abang atau kakak saja. Masih muda ini.

Padahal penampilan sudah berubah. Beberapa tahun lalu, rumusdress codeya begini:

ngampus = kaos distro + kemeja kasual + celana jeans + sweater + sepatu kets + gelang tribal

Sekarang ya kelihatan jelas adanya revolusi fesyen:

ngantor = kemeja polos + celana bahan + jam tangan swiss army + sepatu kulit mengilap

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline