Lihat ke Halaman Asli

Takut Pajak, Pengusaha Persulit Sensus Ekonomi

Diperbarui: 16 Juni 2016   15:39

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

www.Semarang.bisnis.com

Sejak bulan mei saya melihat bapa saya dengan sibukannya mengerjakan Sensus Ekonomi. Sebagai salah satu petugas Sensus Ekonomi tentu saja bapa tahu bagaimana kendala proses yang berjalan dilapangan. Tak jarang bapa mengeluh karena sulitnya untuk mendapatkan data disaat masyarakat tidak kooperatif bahkan seakan tidak ingin terlibat dalam proses Sensus Ekonomi tersebut.

Banyak masyarakat khususnya pada kalangan dunia usaha menolak mengikuti Sensus Ekonomi, meskipun petugas sudah datang beberapa kali. Objek Sensus Ekonomi seringkali sulit atau tidak mau memberikan keterangan. Termasuk dalam hal pemberian izin yang berbelit - belit saat akan mendata unit usaha di sejumlah pusat perbelanjaan, perusahaan besar, dan apartemen yang mereka miliki. Meraka memang seakan menganggap Sensus Ekonomi seperti halnya Sensus Pajak.

Hal ini sangat disayangkan padahal Sensus Ekonomi bukanlah Sensus Pajak, tujuan dari Sensus Ekonomi bukan pendataan pendapatan untuk pajak tapi pemetaan perekonomian diseluruh Indonesia yang memang diadakan setiap 10 tahun sekali. Data yang didapatkan melalui Sensus Ekonomi pun akan menjadi kerahasiaan BPS. Untuk informasi lebih jelas tentang Sensus Ekonomi dapat dilihat di https://www.bps.go.id/KegiatanLain/view/id/114. Namun sepertinya ketakutan para pelaku dunia usaha lebih besar dari perkiraan sehingga mempersulit proses pengumpulan data.

Sebenarnya memang wajar jika dilihat pada fakta yang terjadi dilapangan, sampai saat ini saja kesadaran masyarakat membayar pajak masih sangat jauh dari yang diharapkan pemerintah. Masyarakat seakan terus mencari celah untuk menghindari pajak. Besaran jumlah pajak yang dianggap cukup besar membuat para wajib pajak menghindari pajak. Banyak juga wajib pajak yang merasa pajak sama dengan upeti. Pembayaran yang sering mengalami kesulitan, serta pengetahuan masyarakat tentang apa dan bagaimana cara menghitung juga melaporkan pajak pun menjadi alasan. Seperti yang dikutip dari http://belmawa.ristekdikti.go.id/2016/03/04/inklusi-kesadaran-pajak-pada-pendidikan-tinggi/dikatakan :

“ Dari sisi Wajib Pajak, tingkat kepatuhan saat ini masih rendah. Dari 249 juta populasi penduduk, baru 27,6 juta yang terdaftar sebagai Wajib Pajak (WP) Orang Pribadi (OP). Dari 27,6 juta WP OP baru 17,2 juta WP OP yang wajib menyampaikan SPT. Dari 17,2 juta WP yang wajib menyampaikan SPT itu baru hanya 10,25 juta yang melaporkan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan. Untuk WP Badan, WP terdaftar adalah 2,48 juta WP, yang wajib SPT adalah 1,16 juta. Dari 1,16 juta WP Badan yang wajib SPT maka hanya 0,55 juta yang menyampaikan SPT Tahunan. Tingkat kepatuhan WP OP baru 59% dan WP Badan baru 47%,” ujar Tyas.

Dari sisi jumlah WP yang membayar di tahun 2015 baru sekitar 1 juta WP OP dan Badan. Hal ini tentu sangat berat dalam mencapai target Rp1.360,1 triliun dalam tahun 2016.

Dari pemberitaan disitu pun semakin mempertegas besarnya ketakutan masyarakat akan bayar pajak menjadi alasan utama penghambatan Sensus Ekonomi. Sebagai akibatnya, batas waktu Sensus Ekonomi sendiri kemungkinan di perpanjang sampai oktober nanti karena pengumpulan data yang belum juga selesai.

Sama halnya dengan keluhan bapa saya saat mengerjakan Sensus Ekonomi, dalam banyak pemberitaan media pun hampir setiap daerah diindonesia memiliki hambatan yang sama. Sebagai salah satu petugas sensus bapa saya sudah tandatangan kontrak kerja sampai 15 juni tetapi karena kendala ini meskipun kontrak sudah habis bapa saya harus tetap menyelesaikan pekerjaannya. jika hingga pertengahan bulan juni ini sejumlah objek sensus masih tidak bisa bekerja sama untuk memberikan data dan keterangan, maka akan dilaporkan ke pihak BPS Pusat. Sehingga tim task force lah yang akan bertugas memaksa objek sensus untuk memberikan data yang diperlukan.

Sebagai warga Negara yang baik seharusnya kita bukan hanya mengawasi jalannya pemerintahan ataupun ikut aktif mengomentari kinerja pemerintah saja. Bukankah kita seharusnya juga malu kalau hanya terus mengkritik tanpa ikut berpastisipasi dalam setiap program pemerintah. Ingatlah yang memajukan kan Negara bukan hanya pemerintah tapi kita sebagai warga negaranya. Kalau hal ini saja sudah tidak peduli, tak malu kah terus mengkritik dan menuntut pemerintah tanpa membantu ?

Semoga informasi ini bermanfaat :)

(Efrilrin, 2016)

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline