Sudah menjadi rahasia umum jika praktek pungutan liar seakan membudaya di Indonesia. Banyak masyarakat kita yang bahkan tidak memiliki pengetahuan yang cukup, hanya membayar pungutan tanpa tahu dengan jelas apakah yang mereka bayar termasuk retribusi daerah ataukah hanya pungutan liar dari oknum yang tidak bertanggung jawab. Dalam hal ini tentu banyak pihak yang dirugikan terutama masyarakat dan pemerintah. Seperti yang dikutip dari http://estiisma.blogspot.co.id/2015/01/pungutan-liar-yang-membudaya-di_7.html dikatakan menurut hasil studi dari Pusat Studi Asia Pasifik Universitas Gadjah Mada bekerja sama dengan United State Agency for International Development (USAID), biaya pungli yang dikeluarkan oleh para pengusaha di sektor industri manufaktur berorientasi ekspor saja, pertahunnya bisa mencapai 3 triliun rupiah.
Sebagai salah satu sumber pendapatan asli daerah hal tersebut tergolong kerugian yang cukup besar bagi pemerintah. Apalagi dalam kondisi saat ini dimana partisipasi masyarakat dan ketaatan membayar pajak pun masih kurang . Hal ini menjadi sangat mengecewakan, ditambah lagi dengan banyaknya pemberitaan media tentang praktek pungutan liar yang sering kali terjadi di berbagai bidang yang dilakukan bukan hanya oleh oknum luar pemerintah saja tetapi juga dilakukan oleh banyak aparatur negara sendiri. Jika sudah begini bukankah sudah menjadi keharusan bagi masyarakat untuk memiliki pengetahuan yang cukup tentang perbedaan retribusi daerah dan pungli beserta dasar hukum yang jelas sehingga masyarakat dapat ikut mengawasi kinerja aparatur negara sekaligus ikut memberantas pungli dari lingkup terkecil.
Menurut UU no. 28 tahun 2009 Retribusi daerah adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk kepentingan pribadi atau badan yang tarifnya ditentukan berdasarkan atas peraturan daerah terkait. Sementara pungutan liar atau pungli adalah pengenaan biaya yang tidak memiliki dasar hukum yang jelas di tempat yang tidak seharusnya biaya dikenakan atau dipungut bahkan identik dengan dunia kriminal dan kekerasan.
Adapun ciri-ciri dan karakteristik retribusi yaitu:
- Retribusi dipungut berdasarkan peraturan-peraturan yang berlaku untuk umum ( dalam hal ini UU dan perda ).
- Dalam pembayaran retribusi terdapat imbalan secara langsung yang dapat ditunjuk secara individual.
- Hasil retribusi digunakan untuk pelayanan umum berkait dengan retribusi yang bersangkutan.
- Pelaksanaannya dapat dipaksakan, namun paksaan ini bersifat ekonomis.
(Sumber : http://everythingaboutyanrush88.blogspot.co.id)
Sementara ciri-ciri dan karakteristik pungutan liar yaitu:
- Pungli dipungut tidak berdasarkan peraturan-peraturan yang berlaku untuk umum ( dalam hal ini UU dan perda ).
- Pengenaan biaya ditempat tidak seharusnya biaya dikenakan.
- Hasil pungutan liar hanya untuk digunakan oleh opnum pemungut untuk keperluan pribadi.
- Pelaksanaannya seringkali sangat identik dengan dunia kriminal dan kekerasan
Sebagai upaya nyata dalam mengurangi praktek pungli yang sudah membudaya seharusnya pemerintah lebih aktif mensosialisasikan informasi yang jelas kepada masyarakat agar bisa membedakan pungutan yang memang retribusi daerah ataukah hanya pungli, serta membuat alur birokrasi sistem pelayanan yang tidak rumit, jelas, transparan dan bersih yang harus diterapkan oleh Pemerintah, baik dari level tertinggi sampai di level terendah. Upaya lain dengan memberlakukan pemberian sanksi, pengawasan dan pemberian penghargaan dari keberhasilan atau pun setiap hal yang dianggap menyimpang dari aturan yang ada dalam kegiatan para aparatur negara.
Semoga informasi ini dapat berguna untuk menambah pengetahuan kita sehingga sebagai masyarakat yang baik kita dapat ikut mengawasi berjalannya pemerintahan dengan baik dan tentunya dapat ikut memberatas praktek pungli secara nyata dari lingkup terkecil yang kita bisa. Karena kemajuan negara bukan hanya ditangan pemerintah tapi lebih jelas dan nyata di tangan kita semua sebagai masyarakat Indonesia. Cinta indonesia ? Ayo ikut majukan indonesia :)
(Efrilrin,2016)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H