Lihat ke Halaman Asli

Efrem Siregar

TERVERIFIKASI

Tu es magique

Kejadian di Indonesia yang Mirip Konflik European Super League

Diperbarui: 24 April 2021   09:55

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Protes fans Arsenal terhadap wacana European Super League. (Foto: Skysports.com) 

Sepak bola tak sekadar olah raga dan hiburan, ia mampu mendekatkan pemahaman nilai-nilai kebudayaan dan sosial. Ketika semboyan persatuan dan persaudaraan sulit tercapai dalam masyarakat modern, cobalah beralih sebagai pendukung sepak bola.

Itulah yang mewarnai wacana European Super League yang menuai kritik dan kecaman dari penggemar sepak bola. Semua warga dari belahan benua manapun ikut ambil bagian untuk menyampaikan suara mereka.

Di sisi lain, petinggi UEFA pun merasa ketar-ketir mengetahui kompetisi ini bakal menjadi tandingan Liga Champions. Ada 12 klub elit dari Liga Inggris, Italia dan Spanyol yang menyatakan berpartisipasi di Super League walau akhirnya sejumlah klub mengundurkan diri menyusul protes banyak kalangan.

Beberapa alasan penolakan antara lain, Super League mendorong klub untuk beroperasi secara komersial. Keberatan lainnya, format kompetisi dinilai melenceng dari tradisi sepak bola Eropa dengan sistem piramida atau kompetisi berjenjang, bukannya tertutup dan harus mendapat "restu" supaya bisa bertanding melawan klub-klub peserta.

Sementara itu, UEFA khawatir hijrahnya klub-klub elit akan membuat mereka kehilangan "mesin utama penghasil uang". Liga Champions akan kering yang berarti menjadi ancaman pada turunnya jumlah penonton pertandingan dan pemasukan dari iklan.

Alhasil, selama sepekan ini, kita menemukan banyak pendapat pro dan kontra tentang rencana Super League.

Jika diperhatikan, apa yang terjadi di Eropa selama beberapa hari terakhir, sesungguhnya menyerupai kejadian-kejadian kontroversial yang pernah timbul di Indonesia. Karena itu, tak sulit bagi penggemar sepak bola Indonesia untuk menangkap arah dan petunjuk masalah ini.

1. UEFA dan Partai Demokrat

Prahara Super League kurang lebih menyerupai kasus "kudeta" di Partai Demokrat. Sebagaimana diketahui, AHY pada Februari 2021 mengungkapkan bahwa ada upaya untuk mengambil alih kepemimpinannya sebagai Ketua Umum Partai Demokrat.

Tak ada angin, tak ada hujan. Pernyataan AHY keluar secara tiba-tiba yang membuat publik bertanya-tanya kebenarannya. Apalagi nama Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko dituding sebagai aktor di balik upaya tersebut.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline