Lihat ke Halaman Asli

Efrem Siregar

TERVERIFIKASI

Tu es magique

Pelajaran Referendum Swiss, Pemikir Ekonomi dan Politik Perlu Sowan ke Aktivis Lingkungan

Diperbarui: 16 Maret 2021   07:34

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pekerja sawit. (Foto: Kompas.com/RODERICK ADRIAN MOZES)

Hasil referendum rakyat Swiss pada 7 Maret 2021 tentang perjanjian perdagangan bebas (free trade agreement) dengan Indonesia memberikan pelajaran penting untuk menyikapi perubahan dunia dalam memandang ekonomi dan hubungan internasional.

Meski mayoritas pemilih mengatakan "ya" pada Indonesia-European Free Trade Agreement CEPA (IE-CEPA), perdebatan yang terjadi sepanjang setahun terakhir memperlihatkan bahwa pegiat lingkungan hidup mampu memberikan daya tawar kuat untuk mempengaruhi paradigma fungsi ekonomi secara keseluruhan.

Melihat perolehan suara, hasil referendum menunjukkan sebanyak 1,4 juta atau 51,6 persen pemilih mengatakan "ya", sementara 1,3 juta atau 48,4 persen pemilih mengatakan "tidak" terhadap IE-CEPA. Selisih kedua suara sangat tipis.

"Saya mengucapkan selamat atas pelaksanaan referendum di Swiss pada 7 Maret 2021 terkait IE-CEPA, yang berjalan lancar dengan hasil positif. Pemerintah Republik Indonesia sangat menghormati proses demokrasi yang ada di Swiss, dan hasil referendum ini memberikan angin segar bagi implementasi IE-CEPA segera," kata Mendag M Lutfi dalam keterangan pers menanggapi hasil referendum.

Kemunculan referendum IE-CEPA memang tak terlalu mengejutkan mengingat pertentangan muncul karena adanya minyak sawit dalam kesepakatan. Bukan sodoran baru untuk melawan industri sawit.

Mengutip laman web swissinfo.ch (SWI), penentang FTA adalah serikat petani Uniterre dan petani anggur (winegrower) Genewa, Willy Cretegny. Lebih lanjut, mereka mendapat dukungan dari Partai Ekologi Swiss dan Sosial Demokrat.

Poin-poin keberatan kelompok penentang FTA dapat ditemukan dalam laman web stop-huile-de-palme.ch. Minyak sawit, tulis mereka, menyebabkan deforestasi, ancaman kebakaran hutan, pekerja anak dan penggusuran petani kecil dan masyarakat adat.

Mayoritas penolak berada di wilayah berbahasa Prancis

Sebagaimana dikemukakan sebelumnya, pertentangan terhadap industri sawit cukup sering diperlihatkan di sejumlah negara Eropa.

Di Prancis, pada 2015 silam, Menteri Ekologi Prancis Segolene Royal menyerukan berhenti mengonsumsi Nutella dengan alasan dapat menghancurkan bumi sebab mengandung minyak sawit dan deforestasi.

Pada Agustus lalu, Dewan Negara Prancis menolak banding perusahaan minyak Total yang menentang keputusan pengecualian produk minyak sawit dari definisi biofuel yang mendapat insentif pajak. Sekarang, Total harus berhadapan dengan 6 asosiasi termasuk Greenpeace atas operasi biorefinery yang mengolah minyak sawit sebagai biofuel.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline