Jutaan orang di Texas, Amerika Serikat mengalami pemadaman listrik panjang (blackout) selama sepekan terakhir. Cuaca dingin ekstrem membuat mereka harus bertahan kuat tanpa menikmati penghangat rumah.
Suhu di sana bisa menyentuh 0F atau -18C! Hampir 70 orang dilaporkan tewas akibat cuaca dingin ekstrem di sana per Sabtu 20 Februari 2021.
Peristiwa blackout di Texas mengingatkan Indonesia pada kejadian blackout pada Agustus 2019, tanpa salju tentunya. Sejumlah kota di Jawa-Bali merasakan mati lampu panjang seharian. Sekarang, bencana alam juga menerjang sejumlah daerah di Indonesia, seperti banjir di Jakarta.
Amerika dan Indonesia pada saat bersamaan menghadapi pandemi Covid-19. Ini menjadi pukulan bertubi-tubi kepada warga. Terlebih bencana alam ternyata kerap beririsan dengan urusan politik dan ekonomi.
Memang, Amerika dan Indonesia memiliki kepribadian dan pandangan hidup yang berbeda. Amerika dengan corak liberal, sementara Indonesia dengan Pancasila. Akan tetapi, dalam masalah bencana, kehadiran dan tanggung jawab pejabat negara adalah langkah penting.
Kadang-kadang, beberapa orang Indonesia sebenarnya memiliki kesamaan sikap layaknya orang Amerika liberal laissez faire. Bencana sekalipun selama berpeluang menghasilkan cuan, sikat.
Kembali ke topik utama. Setelah mengetahui penjelasan di atas, krisis mati lampu di Texas memberikan gelap yang dapat dijadikan pelajaran orang Indonesia.
Pertama, energi hijau begitu penting untuk masa depan. Kejadian blackout di Texas, Amerika merupakan keadaan ironi. Texas adalah penghasil gas bumi terbesar yang mencapai 23 persen dari total produksi gas di AS pada 2019, mengungguli Pennsylvenia dan Lousiana.
Lebih dari 50 persen gas tersebut dijadikan pasokan untuk energi listrik di Texas, menurut laporan NBC News. Selebihnya berasal dari turbin angin, batu bara, nuklir dan tenaga surya.
Di sini terjadi perdebatan antara mendukung atau menolak energi hijau.