Kemajuan teknologi yang menakjubkan manusia tidak lantas diartikan bahwa ada suatu material yang mampu melampaui eksistensi manusia.
Pertanyaan sederhananya, adakah suatu barang ciptaan manusia yang mampu menghancurkan manusia itu? Ya, ada.
Pisau misalnya, sebuah material padat dengan salah satu bagian tajam yang mampu menembus kulit manusia lalu merobek bagian vital di dalam perut manusia, kemudian orang itu mengalami pendarahan, mati.
Pisau adalah alat sekaligus produk sejarah. Mengapa demikian? Sebab, pisau itu memang dirancang dan dibentuk manusia. Pisau tercipta menurut pada ide manusia. Ia tidak seperti pohon yang secara natural ada di dunia ini. Ia harus dibentuk dan rancangannya adalah ide manusia.
Namun, kita tidak semestinya menganggap pisau adalah sesuatu yang mengancam manusia. Apa yang sebenarnya menakutkan itu adalah sudut tajam, sudut runcing. Benda tajam yang dengan mudah menembus dan memutuskan urat manusia. Maka, tajam ditandakan sebagai sesuatu yang sangat menyakitkan dan mematikan.
Sebagaimana diketahui, pisau bukanlah satu-satunya benda tajam dan runcing. Peluru, kaca, kawat dan sebagainya juga mempunyai sisi tajam. Gelas plastik yang tidak dicetak sempurna ternyata memberikan sudut tajam pada salah satu sisi atas gelas yang jika tesentuh bibir, maka berdarah.
Karena itu, kita menandai tajam sebagai sesuatu yang mematikan dan menyakitkan. Akan tetapi, jika seseorang berkat, "Tatapannya tajam kepadaku", apa tatapan itu merupakan sebuah pertanda kematian? Tidak juga.
Kita barangkali menafsirkan tatapan semacam itu merupakan upaya seseorang untuk menyampaikan teror kepada lawan, atau bisa jadi sesuatu yang menggenitkan untuk merayu seseorang, dan sebagainya. Itulah manusia dan segala idenya.
Sesuatu yang tajam yang memberikan rasa sakit dan kematian pada nyatanya dapat menjadi sesuatu yang istimewa dan indah. Orang takut pada kematian, tapi menikmatinya juga. Ketika musuh bebuyutan mati, bukankah itu indah?
Politisi Budiman Sudjatmiko dalam twitter, Selasa (1/1/2018) mengatakan, "Kita mengalami krisis literasi luar biasa shg pidato politik mengutip teori2 usang sisa Abad ke20 atau serpihan ide filsafat awal Abad ke 20 sudah dianggap keren...Nasib bangsa."
Krisis adalah koentji dari cuitan tersebut. Budiman menyoroti suatu kemunduran dari politkus yang mengambil teori-teori abad ke-20 dan filsafat awal abad ke-20.