Lihat ke Halaman Asli

Efrain Limbong

TERVERIFIKASI

Mengukir Eksistensi

Biji Kemiri, Kearifan Lokal dan Produktivitas di Usia Senja

Diperbarui: 3 November 2022   11:58

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosok pria berusia senja di Desa Uwemanje yang tengah memecah kulit biji kemiri. Dokumentasi pribadi

Di penghujung ketinggian Desa Uwemanje Kecamatan Kinovaro, Kabupaten Sigi, Provinsi Sulawesi Tengah, tak sengaja saya berjumpa seorang pria lanjut usia yang tengah sibuk memecah kulit biji kemiri secara manual alias menggunakan tangan.

Awalnya dari kejauhan saya tertarik melihat aktivitas pria tersebut yang tengah duduk berhadapan dengan biji kemiri dalam jumlah lumayan banyak. Jika ditaksir sekitar 40 kilogram biji kemiri yang ada di hadapannya.

Dengan ramah ia menyambut saya ketika datang mendekat, sekedar melihat kesibukannya memecah kulit biji kemiri. Juga dengan santai melayani perbincangan sembari kedua tangannya terus bekerja.

Di tengah kemajuan teknologi yang memudahkan manusia melakukan pekerjaan dan meningkatkan produksi komoditi pasca panen, keberadaan mesin pemecah sudah tersedia dan tak bisa dielakkan.

Maka tentu sebuah ironi jika masih ada yang lebih memilih menggunakan cara manual alias tradisional ketimbang menggunakan peralatan mesin, dalam melakukan aktivitas memecah kulit biji kemiri yang lumayan keras.

Sebagian biji kemiri yang sudah dikupas secara manual. Dokumentasi pribadi

Namun bukan tanpa alasan pria ini memilih cara manual. Bukan karena gaptek alias gagap teknologi atau kesulitan mendapatkan peralatan mesin pemecah biji kemiri. Bukan itu. Tapi lebih pada menghargai setiap biji kemiri terhindar dari kerusakan, saat menggunakan alat mesin pemecah.

Karena pengalaman saat dirinya menggunakan alat mesin pemecah, tidak sedikit biji kemiri yang rusak. Sementara dirinya sangat menghargai satu demi satu biji kemiri yang sudah dikumpul dari kebun dan dijemur berhari hari, lalu dipecah kulitnya secara manual.

Mungkin baginya satu biji kemiri yang dipecah dengan tangan dan tidak rusak lebih berarti, walau butuh waktu lama dikerjakan. Daripada cepat namun banyak yang rusak menggunakan mesin pemecah, dianggap sebagai sebuah kerugian.

Mungkin inilah kearifan lokal versi pria di usia senja tersebut, dalam menggeluti pekerjaannya. Baginya setiap biji kemiri yang sudah dipecah secara manual, punya harga untuk mencukupi satu kilogram.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline