Lihat ke Halaman Asli

Efrain Limbong

TERVERIFIKASI

Mengukir Eksistensi

Jumat Agung, Perjamuan Kudus dan Ibadah Online

Diperbarui: 10 April 2020   18:13

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ibadah peringatan Jumat Agung secara online. Doc Pri

Hari ini saya bersama segenap umat Kristiani di tanah air melaksnakan ibadah perayaan Jumat Agung yang ditandai dengan sakramen perjamuan kudus yang tidak dilakukan di dalam gedung gereja yang lasim dilakukan. Namun dilakukan di rumah rumah anggota jemat sebagaimana himbauan dalam menghadapi pendemi virus corona. Ini adalah pengalaman seumur hidup bagi saya dan kita semua, dimana untuk pertama kalinya menjalani ibadah secara live streaming atau online hanya di rumah saja.

Dampak pandemik corona yang berimbas global disemua aspek kehidupan umat menusia termasuk pada aspek peribadatan, membuat kita harus mengambil pilihan untuk tetap beribadah di rumah sebagai perlindungan dari dampak penyebaran virus tersebut. Mengikuti jalannya ibadah perjamuan kudus yang dituntun Pendeta dari balik layar laptop secara online, sembari merefleksikan simbol roti yang kita makan dan anggur yang kita minum, sebagai pengorban tubuh dan darah Kristus yang mati di kayu salib.  

"Silahkan saudara yang di rumah ambilah makanlah roti dan minumlah anggur yang sudah ada di rumah sebagai peringatan akan tubuh dan darah Kristtus," kata Pendeta di GKST Imanuel Palu selaku khadim. Roti dan aggur adalah tanda sebagai sarana menguatkan iman dan percaya pada Yesus yang telah berkorban untuk kita manusia. Namun sebagai orang percaya, kita tidak hanya mengingat kematian Kristus semata, namun juga mengaktualisaasikan makna akan karya dan pengrobanan Kristus dalam kehidupan sehari hari.

Momentum Jumat Agung sebagai simbol kematian Yesus Kristus di atas kayu salib, selayaknya menjadi menjadi momentum refleksi atas kebaikan Tuhan dalam penebusan dosa manusia. Sekaligus sebagai ungkapan syukur atas kebaikan dan cinta kasih Allah yang diaktualisasikan dalam sebuah ibadah bersama umat lainnya di gereja. Sekaligus duduk bersama dalam meja perjamuan kudus untuk menghayati roti yang kita makan dan anggur yang kita minum semberi memaknai perintah Yesus yakni "perbuatlah ini menjadi peringatan akan Aku."

Namun virus corona harus membuyarkan semua keinginan untuk bisa beribadah bersama dan berinteraksi sosial dengan umat yang lain. Keinginan untuk mengikuti perjamuan kudus secara bersama sama dengan umat dan menghayati sepenuh hari makna terdalam dari perjamuan tersebut harus ditunda. Juga keinginan untuk berjabat tangan dengan Khadim dan para Majelis yang sudah melayani saat ibadah usai.

Roti dan Anggur yang dibagikan ke Jemaat untuk perjamuan kudus di rumah. Doc Pri

Dampak pandemik corona membuat kita menahan semua kenginan keinginan dan niat baik tersebut. Sebaliknya kita ditantang untuk semakin memaknai kematian Yesus pada Jumat Agung sebagai bentuk pengorbanaNya kepada kita umat manusia. Dan tentu saja bagaimana memaknai kematian tersebut dalam konteks kehidupan bermasyarakat dan berbangsa, dalam fase penyebaran pandemik global saat ini yang kita jalani dengan berada di rumah.   

Perayaan Jumat Agung tahun ini menjadi relevan dengan kondisi saat ini dalam menjalani fase tidak menentu kapan pandemik corona akan berakhir. Yang kita tahu dalam fase saat ini, kita banyak terbuang waktu dan kesempatan untuk melakukan interaksi sosial dengan sesama, karena larangan untuk membatasi adanya pertemuan pertemuan tersebut. Sebuah interaksi sosial selayaknya yang mendatangkan rasa kebersamaan, persaudaraan persahbatan dan cinta kasih saat bertemu langsung.

Ketika Yesus mengalami kematian di Bukit Golgata, kesedihan yang mendalam orang orang terdekat. Kehilangan orang yang dicintai memang akan selalu menghadirkan kesedihan. Begitu pun dalam pendemik corona, kita banyak menyaksikan keluarga yang sangat bersedih atas kehilangan anggota keluarga akibat terjangkit virus tersebut. Juga kesedihan bagi mereka yang tidak bisa bekerja bahkan ada yang sampai kehilangan pekerjaan, sementara harus memberi makan anggota keluarganya.

Juga rasa sedih bagi mereka yang mendapat stigma negatif, hanya karena postif terpapar penularan virus. Semua rasa duka dan tangisan dari balik tembok rumah orang orang membutuhkan penguatan tersebut, adalah 'penyaliban' penderitaan yang membutuhkan bantuan kita guna 'penebusan' pegumulan yang mereka hadapi.

  • Merefleksikan pengorbanan Yesus di kayu salib adalah merefleksikan cinta kasihNya kepada umat manusia. Itulah sebabnya rasa cinta terhadap sesama tidak harus tergerus hanya karena adanya pandemik corona. Gedung gereja yang saat ini boleh saja tertutup sebagai implementasi menghentikan sementara  aktivitas beribadah. Namun gereja tidak harus tertutup rapat dalam aktualisasi kemanusiaannya.
Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline