Lihat ke Halaman Asli

Efraim Mangaluk

Wadah Berkisah Tentang Kita di Timur

Rightfully Proud

Diperbarui: 10 November 2021   15:16

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Saya seringkali mempertanyakan rasa bangga dalam diri terhadap sebuah pencapaian tertentu.  Perasaan tersebut hadir sebagai respons alami yang kadang tidak terkontrol. Tersenyum kecil dan menarik nafas panjang seraya menggenggam telapak tangan, sambil berkata dalam hati "senang ya semua bisa berjalan seperti yang direncanakan...". Atau mungkin sebaliknya, biasa saja.

Apa sebenarnya nilai yang tersirat dari sebuah perasaan bangga yang mungkin saja hanya muncul sesaat lalu hilang, atau bahkan bisa awet bertahan. Seorang bekerja keras, membangun sesuatu yang lebih tinggi dari standar pada lazimnya, kemudian melaksanakannya, hadir beberapa tantangan2 besar, ia mengatasinya dan berhasil. Ia bangga akan sebuah pencapaian. 

Jika benar rasa bangga adalah sifat natural yang keluar secara sendirinya dari diri seseorang, mengapa ia sering dipertanyakan dan kemudian dipertentangkan oleh mereka yang merasa keberatan atau skeptis (meski tak mengakuinya). Mengapa jerih lelah seseorang masih menjadi bahan olok-olok mereka yang tampak iri (meski tak mengakuinya).

Mengapa prestasi yang dibangun melalui sebuah kerja keras masih dipandang setengah palsu oleh orang-orang tertentu yang bagi saya tidak mau membuka diri terhadap prestasi orang lain. Saya mengamati masalahnya bukan pada "mereka". Mereka juga merupakan bagian dari sebuah respon alami atas rasa bangga yang salah. Mengandung penuh keangkuhan dan tentu tidak menjadi berkat apa2 bagi mereka.

Boleh jadi persoalannya terletak pada apa itu arti rasa bangga yang sesungguhnya dan siapa orang yang menggunakannya. Pada akhirnya saya sadar jika ternyata kata "bangga" itu masih menyisahkan sebuah ambiguitas. Saya sering merasa bangga tanpa bisa melepaskan remah-remah kesombongan. 

Seolah-olah itu merupakan satu paket tak terpisahkan. Siapa yang dapat mengelak jika perasaan bangga sering diiringi perasaan angkuh yang halus bahkan yang tak terkendali. Pantas saja perasaan bangga saya sering tak menjadi berkat dan manfaat bagi orang lain.

2 (dua) definisi kata "bangga"; besar hati dan merasa gagah. Keduanya disandingkan dan dipadu-padankan seolah-olah bermakna sama. Keduanya merupakan bentuk pengistilahan yang cukup berbeda artinya. Besar hati bisa bermakna sombong, bangga, girang hati dan "gembira". Merasa gagah cukup dengan makna harfiahnya "merasa menjadi gagah". 

Keduanya didefinisikan begitu sempit di dalam KBBI. Pantas saja kata ini menjadi cukup berat ketika digunakan dan tidak semua kalangan mampu menerimanya. Bernada negatif dan terkesan minor untuk bisa dipakai secara bebas. Saya bisa berteriak "saya bangga.." tetapi orang belum tentu bisa langsung menerimanya dan ikut merayakan sebuah prestasi.

Pada akhirnya saya senang dengan kata "bangga" yang dipakai dalam bahasa Inggris "rightfully proud". Rightfully berarti bangga dan Proud berarti bangga; double proud (multi bangga)...??? Bukan itu!!

Rightfully Proud secara terminologis berarti "bangga dengan motivasi yang benar". Jika seseorang menggaungkan perasaan bangganya kepada seseorang, atau hanya sekedar tersenyum kecil, menarik nafas panjang sambil berkata "terima kasih Tuhan, oleh karena pertolongan-Mu aku dapat menjalankan rencana ini..". 

Disitu ada hati yang tertunduk, ada perasaan syukur karena ia tidak mampu dan hanya Tuhan yang memampukannya. Dia bangga akan sebuah proses panjang yang tidak mudah dilewati. Ada keringat dan air mata. Tetapi ia tetap berkata "bukan karena saya, tapi karena Tuhan yang menolong saya. Itu perasaan bangga yang benar, yang menyejukkan hati dan menjadi berkat untuk banyak orang.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline