Lihat ke Halaman Asli

Kisah Si Kancil Mencuri Timun Picu Korupsi?

Diperbarui: 24 Juni 2015   22:21

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

“Si Kancil anak nakal

Suka mencuri timun

Ayo lekas ditangkap

Jangan diberi ampun”



Siapa yang tak tahu lirik lagu diatas? Kalau tak tahu kemungkinan orangnya tak pernah jadi anak kecil atau tak pernah sekolah TK. Tapi sebenarnya lebih baik Anda tak tahu dan tak pernah denger lagu di atas. Kenapa?

Karena ternyata lagu di atas membawa dampak yang cukup buruk. Weits, maaf ya bagi siapaun penciptanya. Bukan maksud saya untuk fitnah. Saya hanya mengambil celah dan menganalisnya menjadi hipotesis yang kebenarannya hanya mungkin dilakukan setelah ada penelitian atau riset yang mendalam.

Pemikiran ini muncul setelah saya mendengar pemaparan seorang mualaf yang kini tinggal di Jepang. Beliau bekerja di sebuah cabang NGO Indonesia di sana. Saya tidak akan terlalu menyorot kemualafan beliau, yang saya fokuskan adalah apa yang beliau sampaikan.

Apa yang beliau sampaikan adalah kisah mengenai takluknya Konstantinopel oleh seorang pemuda berusia 21 tahun pada tahun 1453 masehi. Sampai-sampai nama anaknya sendiri diberi angka 1453, katanya agar anaknya paham apa tujuannya dia hidup di dunia ini. Tentang masa depan Roma, yang penasaran bisa ngeyoutube dengan keywords ustadz felix siauw.

Kisah-kisah yang diceritakan dan diwariskan oleh masyarakat secara tidak langsung akan membentuk karakter masyarakat itu sendiri. Tidak percaya?

Dalam pemaparan beliau dijelaskan ada sebuah riset yang dilakukan terhadap anak-anak TK. Kelas tersebut dibagi dua lalu diceritakan kisah seorang pahlawan dan naga. Yang membedakan adalah pahlawan pada cerita pertama kabur dan tidak berani melawan naga untuk menyelamatkan tuan puteri, sementara kelas lainnya diceritakan perjuangan naga hingga luka-luka dan berhasil menyelamatkan tuan puteri. Setelah beranjak remaja. Karakter kedua kelas tadi bertolak belakang. Coba tebak kelas mana yang anak-anaknya memiliki mental yang kuat?

Setelah mendengarkan pemaparan beliau, saya googling dan menemukan sebuah jurnal Amerika karya Justin F. Martin, Formerly Harvard Graduate School of Education, berjudul “Children’s attitudes toward superheroes as a potential indicator of their moral understanding”. Sangat menarik jurnal ini, bagi yang penasaran monggo di baca sendiri.

Brainstorming kisah-kisah heroik sangat penting dalam membentuk karakter seseorang. Begitulah kesimpulan beliau. Sebut saja Negara Jepang, dimana kisah-kisah yang diceritakan adalah musashi, kojiro, dan sebagainya.

Balik dengan kisah si Kancil Mencuri Timun, dari judulnya saja tidak mengandung unsur heroik. Justru unsur kejahatan paling fundamental di negeri ini “MENCURI”. Bagaimana seorang siswa mencuri jawaban orang lain. Bagaimana seorang pegawai negeri sipil mencuri waktu kerja mereka. Bagaimana seorang mafia mencuri masa depan pemuda negeri ini. Bagaimana seorang pejabat mencuri hati rakyat dengan harta yang ternyata hasil dari mencuri. Bagaimana negara-negara tetangga mencuri kehormatan bangsa ini.

Seram sekali ternyata dampaknya? Sekali lagi ini hanya hasil analisis saya. Kalau yang setuju monggo, yang tidak pun itu pilihan. Kan Negara demokratis.

Tenang saja, di akhir kisah Si Kancil Mencuri Timun, si Pencuri berhasil ditangkap dengan siasat yang dilakukan pak tani. Tapi, sayangnya si Kancil berhasil kabur karena kelicikannya kecerdikannya. Dia berhasil membodohi si Anjing.

Kyaa~ mirip dengan apa yang terjadi sekarang. T_T

Tapi, siapa yang jadi pak Tani dan anjing ya?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline