Lihat ke Halaman Asli

Efi anggriani

Wiraswasta

Puisi | Desiran Angin, Hujan, dan Sepeda yang Kukayuh

Diperbarui: 12 Desember 2019   15:51

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dokpri-kotabaru Yk

Setahun sudah ku merindukan suara kling-kling berbunyi, tegur sapa antara para pesepeda yang berpapasan, namun kali ini diriku mencoba mengayuhnya sendirian tanpa teman

Kukayuh pelan turunan jalan di kilometer sembilan menuju ke kota, ketika desiran angin menjadi seperti badai dan debu-debu jalanan memasuki mata jika tak menghindarinya, pohon bergemeretak ranting-ranting patah, angin kencang meniup hingga sepedaku seperti ditarik mundur  dan kukayuh kencang menghindari bencana

Diriku berhenti dan berdiri di sebuah pinggiran toko, ketika atap seng terbang dan suara desau angin menggila, plastik penutup dagangan pedagang kaki lima seperti menari-nari dengan kebandelannya untuk ditata

Kuselusuri jalan pulang ketika angin sudah mereda dan hujan sudah berhenti pada waktunya, kuberhenti di sebuah trotoar jalan baru untuk pedestrian dan bertanya, kenapa begitu bersihnya, adakah pejalan kaki di sana? Atau hanya kami berdua kala senggang menginjakkan kaki di sana

Kukayuh sepeda, kali ini tanpa desiran angin dan hujan lagi, mentari sore menuju peraduan menggantikannya, menghangatkan hatiku yang  baru saja basah kuyup kehujanan dan menapaki jalanan dengan kayuhan




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline