Lihat ke Halaman Asli

Efi anggriani

Wiraswasta

Ponsel Pertama

Diperbarui: 29 Oktober 2019   23:53

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dokpri

Memiliki ponsel pertama rasanya luar biasa.Artinya bisa berkomunikasi tanpa tergantung pada telepon rumah,bersifat mobile alias bisa dibawa-bawa,tidak lagi harus menyiapkan koin untuk telepon boks atau mencari wartel jika pas butuh menelpon seseorang,itu adalah saat kebebasan pertama berkomunikasi hanya seperlunya,karena masih berupa ponsel yang sekedar untuk menelpon dan SMS.

Saat itu anak-anak masih bersekolah di sekolah dasar dan kartu sim atau simcard bekaspun masih laku diperjual belikan,karena operator telekomunikasi masih sangat terbatas.

Harga ponsel masih kategori lumayan mahal,pilihan juga belum banyak.Model Ericson dengan antena,sudah berasa mantap.Baterai belum lithium,artinya kalau mau mencharge harus habis dulu dayanya,baru dicharge lagi.

Selanjutnya biasanya tukar tambah dengan model yang tidak terlalu berat.Berkembang sampai sekarang,bahkan saya tidak tahu ponsel apa yang terbaru.

Bagi keluarga kami,ketika ada ponsel model baru,anak-anak tidak terpengaruh.Ponsel,laptop yang baru biasanya adalah masalah pencapaian untuk memicu semangat.Misalnya ingin ponsel model baru maka itu adalah janji misalnya masuk sekolah mana,begitu juga dengan laptop ganti yang baru.

Saya masih ingat ketika ponsel saya itu hanya satu,ponsel itu begitu dirawat dengan hati-hati.Berbeda dengan anak-anak ketika kemudian ada  cadangan yang tidak dipakai,biasanya karena RAM nya kecil,hanya ditinggal di rumah,mereka agak sembrono.

Riwayat ponsel juga bermacam-macam cederanya,ada yang masuk ke air karena ditaruh di saku atas lalu lupa membungkuk di atas ember air misalnya,ada yang waktu sepedaan jatuh.Anehnya ponsel jaman dulu seperti Sony Ericson dan Nokia jenis E6(model Blackberry pertama),hanya lecet pinggirnya.Itu jaman anak-anak masih sekolah SMP dan SMA.Atau ada ponsel anak sulung saya kecopetan di KRL waktu kuliah di Depok.

Kemudian ponsel sepertinya makin tidak disayang ketika mereka masing-masing sudah bekerja dan bisa membeli jenis yang lumayan.Tahu-tahu terlihat LED nya entah tergores atau apa.

Dari situlah belajar bahwa semakin mudah mendapatkannya dengan uangnya,semakin sembrono anak saya pada ponselnya.Lalu baru sadar pas benar-benar butuh dan harus ganti layar atau ganti ponsel,atau dia memakai ponsel cadangan yang tidak begitu canggih.

Berbeda dengan generasi seperti saya,mau ganti baru saja sayang banget uangnya.Ketika screennya rusak,mending saya ganti LED nya daripada harus membeli baru.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline