Lihat ke Halaman Asli

Efi anggriani

Wiraswasta

Ibuku Penjual Kain Batik

Diperbarui: 9 Oktober 2019   03:33

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Cerita imajinasi

Ibuku seorang penjual kain batik pada jaman dulu.Kami memiliki satu kios berukuran lumayan besar di sebuah toko di jajaran pasar sebuah kota.Pada hari-hari tertentu ke pasar daerah dengan nama pasar mingguan seperti pasar Kliwon,Pasar Wage,Pasar Legi itu nama pasarannya dalam bahasa Jawa.Belum mengenal Pasar Rebo dan Pasar Senen serta Pasar Baru ,nun jauh disana.

Batik yang dijual jaman dulu adalah kain jarit untuk bawahan.Orang-orang memakai jarit sebagai pakaian sehari-hari.Jarit yang dipakai adalah jarit dari batik tulis,mungkin bisa yang termurah,tetapi batik tulis,kreasi pembatik.

Memakai kain jarit dari batik cap atau printing waktu itu dianggap tabu dan memalukan, karena setiap orang,dengan melihat saja bisa tahu apakah itu batik tulis atau batik printing yang kainnya lebih tipis juga serta jauh lebih murah.Adalah seperti jaman sekarang,semakin bagus batik tulisnya,semakin merasa gaya.

Batik tulis kadang malah tidak rapi di bagian pinggirnya,bagian yang akan diwiru atau dilipat dengan ukuran pinggiran itu ,supaya kaku dan bagus menggunakan tepung kanji yang diberi air agar bentuk wironnya bagus,jarit atau kain atau jarik berwiron ini biasanya untuk acara resmi njagong pengantin atau acara resmi yang lain.

Pada masa saya kecil,batik adalah pakaian sehari-hari bagi ibu-ibu yang umumnya memakai kain jarik dan baru generasi berikutnya yang menghilangkan kebiasaan itu.

Pada hari kartini,anak-anak putri memakai kain dan kebaya.Ibu saya akan mengajari saya membuat wiron atau memiru kain,setelah sebelumnya diberi tepung kain yang diberi air tadi.

Sebagai penjual kain batik,ada batik  mahal dan batik murah,hampir semuanya batik tulis,saya ulangi.Bahkan untuk hadiah atau kado buat pemberian seseorang  yang baru punya bayi ,adalah gendong batik yang biasanya bercorak batik pekalongan yang cenderung berwarna-warni dengan gambar burung dan sebagainya.Ukurannya sebesar kain jarit.

Untuk kain gendong biasa,ada yang ukurannya lebih kecil,misal untuk orang yang menggendong tas,jaman dulu bukan menenteng tas tetapi menggendong tas di samping.

Kalau sekarang batik diselebrasikan,dari dulu ibu saya dan semua keluarganya sudah selalu melekat dengan batik dan pantang memakai batik printing,selalu batik tulis yang harganya juga bermacam-macam.

Meski ibu saya dulu seorang penjual kain batik,saya hanya mengetahui dua hal tentang batik.Bahwa batik Jogja paduan antara hitam dan putih,sementara batik Solo ada paduan coklatnya.Batik solo untuk jarik dianggap lebih macak.Itu yang membedakan antara dua batik tersebut.Saya menyukai kedua-keduanya.Hal yang berkebalikan dilakukan ibu saya adalah,saya memiliki beberapa baju yang bukan batik tulis,sesuatu yang tidak dilakukan oleh ibu saya.Masalahnya adalah tentang anggaran yang ada.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline